Selasa, 02 Februari 2010

UMMAT ISLAM DALAM MENYIKAPI PROBLEMA MASA KINI

Oleh: KH Abu Bakar Ba syir
dikutip Oleh Zainuddin Ali

Masjid Al-Fataa YAKPI Jakarta menyelenggarakan Tabligh Akbar dengan tema "Umat Islam dalam Menyikapi Fenomena Masa Kini" pada Ahad (3/12). Tabligh akbar ini mengundang pembicara tunggal Ketua Umum Majelis Mujahidin Indonesia Ust. Abu Bakar Ba'asyir. Acara ini terselenggara atas kerja sama masjid Al-Fataa YAKPI Menteng Raya, Jakarta Pusat dengan Yayasan Kesejahteraan Pemuda Islam Indonesia (YAKPI), Pengurus Besar (PB) dan Pengurus Wilayah (PW) Pelajar Islam Indonesia (PII), Pengurus Pusat (PP) dan Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda Islam (GPI), dan Pengurus Wilayah Wanita Islam DKI Jakarta.
Menurut panitia, acara ini diselenggarakan dalam rangka peresmian masjid Al-Fataa yang kedua. Acara ini semula rencananya diselenggarakan pada Ramadhan 1427 H kemarin. Tetapi, Ust. Abu Bakar Ba'asyir baru sekarang bisa menyempatkan hadir untuk bersilaturahmi dengan jamaah masjid Al-Fataa YAKPI, yaitu salah satu masjid yang bersejarah bagi perjuangan Islam di Indonesia.
Berikut audio ceramat Ust. Abu Bakar Ba'asyir pada acara tersebut. Anda harus menginstall Macromedia Flash Plugin untuk bisa mendengarkan audio berikut.
Berikut petikan lengkap ceramah Ust. Abu Bakar Ba'asyir pada acara tersebut.

Bismillah ... assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Innal hamdalillah nahmaduhu wanasta'iinuhu wa nastaghfiruhu wana'udzubillah min syuruuri anfusina wa min sayyi-aati a'maalina, man yahdihillahu falaa mudhilla lah, waman yudlilhu falaa haadiya lah, asyhadu an laailaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan abduhu warasuuluhu.
Selanjutnya QS Ali Imran ayat 102.
Selanjutnya QS An-Nisa' ayat 1.
Selanjutnya QS Al-Ahzab ayat 70.
Amma ba'du, fainna ashadaqal hadits kitabullah, wa khairal hadyi hadyu muhammadin shalallahu 'alaihi wasallam, wa syarral umuuri muhdatsaatuha, wakulla muhdatsatin bid'ah, wakulla bid'atin dhalaalah, wakullah dhalaatin fin naar. Rabbisy rahlii shadri wa yassirli amri wahlul ‘uqdatan min lisaani, yafqahu qauli, amiin ya rabbal 'aalamin.
Yang saya hormati para tokoh umat Islam, khususnya tokoh-tokoh yang tumbuh di tempat perjuangan ini. Dan, khususnya yang terhormat Abdul Qadir Jailani, yang saya kenal sejak kecil. Yang saya hormati para pejabat pemerintah, baik sipil maupun militer. Yang saya hormati dan saya sayangi kaum Muslimin dan Muslimat rahimakumullah.
Marilah kita panjatkan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat izin dan rahmat-Nya, siang hari ini kita diberi kemauan, diberi kesempatan, diberi kesehatan untuk datang ke masjid ini, masjid yang sangat bersejarah di dalam menegakkan Islam ini. Pertemuan kita ini bukan karena kampanye pemilu atau pilkada, tapi pertemuan kita ini insya Allah pertemuan yang mulia di dalam rangka majelis ilmu: tabligh akbar untuk majelis ilmu. Dalam rangka majelis ilmu, yaitu kita akan mempelajari nikmat Allah yang paling tinggi nilainya dan paling penting fungsinya dalam hidup ini, yaitu nikmat dinul Islam.
Sebenarnya kalau tidak ada Islam, tidak ada artinya hidup. Tanpa Islam hidup itu kosong, tidak ada artinya. Oleh karena itu, Islam adalah merupakan kebutuhan paling pokok umat manusia, kebutuhan paling pokok yang dibutuhkan oleh nurani manusia, baik yang Muslim maupun yang kafir. Hanya, yang kafir tidak mendapat petunjuk. Maka, kita sebagai orang Islam harus menyadari bahwa pada diri kita ini ada nikmat yang paling penting di dunia ini, lebih penting dari dunia seisinya, bahkan lebih penting dari nyawa kita, yaitu nikmat dinul Islam. Kalau suruh memilih: kehilangan Islam atau kehilangan nyawa? Kita lebih baik kalau seruh milih nih, lebih baik kehilangna nyawa. Untuk apa hidup tanpa Islam, untuk apa? Lebih baik tidak hidup, kehilangan nyawa.
Yang saya butuhkan dalam hidup ini "Islam", baru yang lain-lain. Sebab, tanpa Islam, manusia itu binatang. Lho ... kok, kasar betul Ustadz? Ya memang Allah bilang begitu: tanpa Islam manusia itu binatang, bukan manusia. Inna syarrad dawaabbi 'indallahil-
ladziina kafaruu wahum laa yu'minun. Sesungguhnya sejelek-jelek binatang melata di bumi itu menurut pandangan Allah orang kafir yang tidak mau beriman. Mau ditafsirkan apa, sudah jelas ayatnya, tidak perlu ditafsirkan ngalor ngidul (ke utara ke selatan). Anak SD juga bisa. Menurut pandangan Allah, binatang melata yang paling jelek di bumi itu orang kafir, yang tidak mau beriman. Innal ladziina kafaruu min ahlil kitab wal musyirkiiina fi naari jahannam khaalidiina fiiha ulaa-ika hum syarrul bariyyah. Sesungguhnya orang kafir, baik ahli kitab maupun orang musyrik, tempatnya di neraka jahannam selama-lamanya.
Mengapa kok begitu keras hukuman Allah. Karena apa? Ulaaika hum syarrulbariyyah, sebab mereka itu sejelek-jelek penghuni daratan. Sejelek-jelek makhluk daratan ya orang kafir. Jadi, kalau orang itu hidup tanpa Islam, nggak ada gunanya hidup, binatang semua itu. Lho ... mengapa orang kafir, dan banyak lagi ayat yang lain, orang kafir kok dihinakan Allah seperti itu, mengapa? Karena, programnya orang kafir itu merusak. Tidak ada orang kafir memperbaiki, itu tidak ada, yang ada merusak. Alladziina yufsiduuna fil ardhi walaa yushlihuun (Asy Syu'ara: 152). Mereka itu merusak dan sama sekali tidak memperbaiki.
Wa idzaaqiila lahum laa tufsiduu fil ardhi qaalu innamaa nahnu muslihun, alaa innahum humul mufsiduuna walakin laa yasy'uruun. Kalau kamu berkata kepada kafir, jangan kamu merusak, oh tidak, kami ini membangun dengan konsep-konsep nasionalis, demokrasi, sosialis. Kapitalis itu untuk membangun, bukan untuk merusak, dijawab oleh Allah: alaa innahum humul mufsiduuna (Tidak, mereka itu merusak, tetapi mereka tidak merasa).
Jadi jelas, berdasarkan firman Allah ini orang kafir itu kerjanya "merusak" tidak ada orang kafir membangun. Ini yang harus dipahami dulu. Al munaafiquuna walmunaafiqaatu ba'dhuhum min ba'dhin ya'muruuna bil munkar wayanhauna 'anil-ma'ruf (Orang munafik itu laki-laki dan perempuan itu satu sama lain dari mereka sama saja). Program hidupnya apa? Ya'muruuna bil munkar, memerintahkan kemungkaran, menegakkan kemungkaran, menyebarluaskan kemungkaran. Wa yanhauna 'anil ma'ruf (dan mencegah ma'ruf, dan memerangi ma'ruf, memberantas yang ma'ruf).
Tadi jelas, dari beberapa ayat ini dan masih banyak ayat lagi, kita mengambil kesimpulan bahwa orang kafir itu "perusak". Tidak ada orang kafir memperbaiki, ya perusak. Ada orang tanya, "Tapi nyatanya memperbaiki, Ustadz? Itu membantu pembangunan, ada gempa tsunami itu dibantu rumah-rumahnya? Saya kemarin dari Aceh, saya lihat rumah-rumah dibantu orang kafir, kemudian di Jogja juga dibantu orang kafir."
Mereka membangun rumah yang rusak, betul! Kalau fisik mereka memang membangun, tapi membangun dalam rangka merusak hati. Hatinya itu dirusak. Supaya manusia jadi kafir, jadi musyrik. Mereka memang membangun di Aceh, banyak bantuannya. Tapi, di samping bantuan, mereka juga membuat usaha-usaha untuk memurtadkan orang Islam. Bukan sekadar bantu, tapi ada aktif memurtadkan sampai mereka mengeluarkan kemarin itu selebaran untuk anak-anak, yang menggambarkan bahwa tuhan Yesus itu lebih baik dari Tuhannya orangnya Islam. Di Jogja juga begitu. Jadi, kalau seandainya orang kafir itu nampaknya membangun fisik, tapi merusak hati. Maka, di dalam Al-Qur'an disebut thaghut. Thaghut itu yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat, penguasa kafir itu, penguasa yang orang kafir itu, apa kerjaannya? Yukhrijuunahum minan nuuri ilazh zhulumaat (Mereka mengeluarkan manusia dari cahaya iman kepada kegelapan, kafir. Ha ... ini yang dimaksud merusak ...! Malah jelas: walan tardhaa ‘ankal yahuudu walan nashaara hatta tattabi'a millata-hum (Al-Baqarah: 120). (Tidak mungkin orang Yahudi dan Nashrani itu rela kepadamu wahai orang Islam, sampai kamu murtad mengikuti millah mereka). Jadi, memang merusak.
Walaa yazaaluuna yuqaatiluunakum hatta yarudduukum ‘an diinikum inistathaa'uu (Mereka akan terus merencanakan, memerangi kamu sampai mereka sanggup memurtadkan kamu, kalau mereka ada kemampuan). Ini semua informasi dari Yang Maha Tahu. Oleh karena itu, jangan diakal-akali lagi, ya kita dengar informasi dari Allah. Benar ... titik! Kafir itu kerjanya merusak. Oleh karena itu, manusia yang membangun itu siapa? Muslim, itu yang membangun. Kuntum khaira ummatin ukhrijat linnasi ta'muruuna bilma'ruufi wa tanhauna ‘anil munkar (Kamu itu adalah manusia pilihan yang dikeluarkan di tengah manusia). Mengapa? Karena, kerjaannya orang muslim sebaliknya, yaitu ta'muruuna bil ma'ruf (kamu itu selalu menegakkan ma'ruf, menegakkan yang adil, yang baik-baik, wa tanhauna 'anil munkar (dan memberantas yang mungkar-mungkar). Haa ... itu orang mukmin.
Maka, dunia ini--selama masih ada orang beriman--belum kiamat. Tapi, kalau Allah sudah menghendaki kiamat, dimatikan semua orang yang beriman, dibiarkan yang kafir hidup. Kalau dunia sudah nggak ada orang beriman, haa ... sudah, tinggal menunggu waktu, karena orang kafir merusak terus akhirnya hancur dunia. Kan ada hadits kalau sudah mendekati hari kiamat Allah mengirim angin halus. Angin halus ini kalau meniup orang mukmin meskipun imannya sedikit dia akan wafat. Tapi, kalau meniup orang kafir malah sehat, tidak wafat. Sehingga orang beriman mati. Yang ada di dunia ini orang kafir, membuat kemaksiatan semaunya sendiri. Itulah mulai hari kiamat.
Inilah bapak-bapak dan ibu-ibu, Islam merupakan nikmat Allah yang paling tinggi, yang paling penting nilainya dalam hidup, yang paling mahal harganya, bahkan lebih mahal dari pada nyawa. Ini harus kita sadari, kalau kita sudah sadar semacam itu, baru nanti ada sikap, tidak mungkin iman mau dijual, tidak mungkin. Karena, sudah tahu ini yang paling mahal kok mau dijual dengan yang murah, itukan orang bodoh. Oleh karena iman itu begitu tinggi nilainya, maka majlis ilmu untuk mempelajari Islam itu sangat tinggi nilainya, karena mempelajari ilmu paling tinggi nilainya, bahkan oleh Rasulullah saw. Islam itu disebut ilmu warisan nabi Fa-innal anbiyaa' lam yuwarritsuu diinaran walaa dirhaman, walaakin warratsul ilma". (Sesungguhnya para nabi tidak ada yang mewariskan dinar maupun dirham), artinya mewariskan harta kepada umatnya, termasuk nabi kita, Nabi Muhammad saw. Beliau tidak mewarsikan harta kepada kita. Jangankan kepada kita, kepada anak istrinya saja sedikit sekali warisannya, hampir tidak meninggalkan warisan.
Tidak ada nabi mewariskan harta kepada umatnya, tidak ada, walaakin warrtsul ilma, tapi semua nabi itu mewariskan ilmu, mewariskan ilmu kepada umatnya, termasuk Nabi Muhammad saw. Apa itu wujud ilmu dari Nabi Muhammad yang diwariskan ke kita? Taraktu fiikum amraini (Aku meninggalkan warisan kepadamu dua perkara, meninggalkan dua perkara, dijamin kamu tidak akan sesat selama-lamanya, selama kamu berpegang teguh kepada dua perkara: kitabullah wa sunnati, yaitu Al-Qur'an dan sunnah). Itu warisan nabi kepada kita, mewariskan ilmu. Lalu, selanjutnya Nabi bersabda, Faman akhadza bihi (maka barang siapa yang sanggup mengambil warisan itu, mengambil warisan nabi ini, faqad akhodza bi hadhdhi waafir (sungguh ia telah mengambil keuntungan, kejayaan yang maha besar di dunia ini, yang amat besar di dunia ini, haa ini).
Oleh karena itu, kita harus sadari milik kita yang berharga itu Islam. Yang lain boleh dikorbankan, tapi jangan sebaliknya, untuk yang lain Islam dikorbankan. Itu keliru, yaa keliru, kecelik nanti yaa. Haa ... begitu itu warisan Nabi, sampai Nabi juga bersabda, Man yuridillahu bihi khairan yufaqqihhu fid din (barang siapa yang oleh Allah akan diberi kebaikan, orang itu diberi pemahaman din), bukan diberi harta. Kalau orang diberi harta belum tentu diberi kebaikan, diberi anak belum tentu diberi kebaikan, diberi kedudukan belun tentu diberi kebaikan. Tapi, kalau orang Islam diberi harta, diberi anak, diberi pangkat, di beri ujian iman, kalau lulus memang bisa meningkatkan derajat. Keselamatan kita di dunia-akhirat. Tapi, kalau tidak lulus, justru tiga ini yang akan menjerumuskan kita ke neraka. Jadi, kalau diberi harta, anak, dan pangkat, kita belum tentu diberi kebaikan. Harus ada syaratnya dulu. Tapi, kalau sudah diberi faham din, diberi oleh Allah memahami Islam, tentunya dengan mengamalkannya. Itu artinya kita diberi kebaikan.
Begitulah Rasulullah menggambarkan karena begitu pentingnya nikmat Islam, sampai-sampai Rasulullah berdoa--untuk menggambarkan pentingnya nikmat Islam ini--Allahumma laa taj'al mushiibatanaa fii diininaa, walaa taj'alid dunya akbara hamminaa walaa mablaghanaa (Ya Allah, jangan engkau jadikan musibah yang mesti menimpa diriku musibah yang menimpa dinku, menimpa Islamku). Rasulullah menolak, tidak mau diberi musibah din, padahal Allah berjanji akan memberi musibah: Walanabluwannakum yaa minal khaufi wal juu'i wa naqshin minal amwaali wal anfusi ... wa basysyirish shabiriin (Sungguh pasti kamu akan kami uji, kami beri musibah dengan ketakutan, dengan situasi yang mengguncangkan, kelaparan), wa naqshin minal amwaal (kehilangan harta, mungkin kebakaran, mungkin dirampok), wal anfuus (dan kematian).
Ujian Allah mesti ada. Musibah pertanian mungkin kena kena penyakit, sehingga pertanian gagal. Itu semua ujian yang harus, tidak boleh ditolak. Musibah ini tidak boleh ditolak, mesti kena. Hanya, kita minta kepada Allah supaya sabar. Rasulullah mintanya supaya sabar di dalam menerima ujian itu. Allah itu kalau cinta kepada hamba-Nya, maka hamba-Nya itu diberi musibah. Barang siapa yang ridha, maka mendapat ridha. Barang siapa yang marah, ia akan mendapat murka Allah. Tapi, Rasulullah minta jangan sampai kena musibah din. Musibah kena badan tidak apa-apa, sabar. Anak, istri kena musibah, saya sabar, menerima. Saya minta tolong supaya Engkau beri kemampuan untuk mengatasi. Kehilangan harta, saya sabar; kehilangan pertanian, saya sabar, asal jangan Engkau beri musibah yang mengenai diin, mengenai iman. Ini yang bahaya.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Orang sekarang ini kurang mengerti, umat Islam sekarang ini, hampir semua musibah yang menimpa itu kena iman, termasuk kiai. Banyak kiai haji yang kena musibah iman. Cendikiawan muslim juga begitu, sudah lulus IAIN urusan syariat kemudian mau meningkatkan daya pikir yang baik tapi sekolah ke Amerika. Pulang dari Amerika berubah pandangannya. Tadinya beriman kepada syariat Islam. Pulang dari Amerika mempersoalkan syariat Islam. Itu kena ujian iman. Adalagi yang sudah pangkat kiai haji tapi menentang undang-undang anti-porno. Itu namanya KH Iblis, bukan haji biasa. Haa ... itu kena ujian iman.
Maka, do'a Nabi selanjutnya, Walataj'alid dunya akbara hamminaa walaa mablagha ilminaa (Jangan Engkau jadikan, ya Allah, dunia itu sebesar-besar keinginanku dan setinggi-tinggi ilmuku). Apa tidak boleh ingin dunia? Boleh! Karena hidup ini perlu dunia, ya kan. Hidup itu perlu dunia, kalau tidak ada dunia, mana bisa hidup, tidak ada makan tidak ada minum. Boleh ingin dunia tapi yang tidak boleh itu setinggi-tinggi keinginan,
Walaa taj'alid dunya akbara hamminaa (Jangan Kau jadikan dunia setinggi-tinggi keinginanku).
Wasaari'uu ilaa magfiratin wa jannatin (Bersegerah kamu mencari maghfirah dan surga). Setinggi-tinggi keinginan surga, hingga untuk surga, dunia bisa dikorbankan; bukan surga yang dikorbankan, kemudian dijual untuk membeli dunia. Laa ... ini persoalannya. Walaa mablagha ilminaa (Dan jangan jadikan setinggi-tinggi ilmuku, kalau hanya ilmu dunia saja). Orang yang tidak mengerti di balik dunia itu ada apa, itu orang bodoh, meskipun profesor. Maka, para ulama mengatakan, "Kullu kaafirin jaahilun" (Semua orang kafir itu bodoh), semua: termasuk profesor-profesornya, S-nya 100 pun bodoh. Karena, dia tidak tahu ilmu di belakang dunia itu apa. Maka, Nabi minta ilmu lebih dari itu supaya menerapkan hidup ini tepat. Karena, kenyataannya dunia mau ditinggalkan, ya kan?
Mengapa Rasulullah saw. minta jangan sampai dunia menjadi setinggi-tinggi keinginan? Karena dalam hadits yang lain, Rasulullah menyatakan, ada dua perkara yang akan menerkam imanmu lebih ganas daripada serigala menerkam kambing. Ada dua perkara kalau kamu tidak hati-hati, imanmu diterkam habis seperti serigala lapar menerkam kambing, yaitu al-maal wal jaah (harta dan kedudukan). Awas hati-hati, harta dan kedudukan ini kalau kamu tidak hati-hati bisa menerkam imanmu. Inilah beberapa hal yang perlu saya terangkan, maksud saya untuk menyadarkan, bahwa kebutuhan yang paling pokok dalam hidup itu Islam. Yang lain itu nomor dua, nomor tiga. Nomor satu Islam. Ini yang perlu kita pahami. Oleh karena itu, belajar Islam itu merupakan belajar yang setinggi-tingginya, Khairukum man ta'allamal qur'an wa 'allamahu (Sebaik-baik orang di antara kamu orang yang belajar Qur'an dan mengajar Qur'an). Tidak berarti belajar ilmu lain tidak baik, baik tapi sebaik-baiknya Qur'an.
Semua ilmu baru memberi manfaat kalau dipandu Qur'an, kalau tidak dipandu qur'an membikin kerusakan. Coba teknologi yang tinggi dipegang oleh George Bush itu, kerjanya merampok, membunuhi orang, ... ya kan? Allah memberi ilmu begitu tinggi, tapi yang pegang George Bush, tidak ngerti alif bengkong (tidak mengerti huruf alif yang bentuknya melengkung, red), tidak ngerti qur'an. Akhirnya apa, untuk merusak, kalau yang pegang orang kafir. Tapi, kalau yang pegang orang Islam, ilmu itu akan menjadi alat untuk membina kebaikan.
Jadi, Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu, keterangan saya sebagai muqaddimah (pembukaan) itu kesimpulannya dua: satu, kebutuhan kita yang paling pokok, nikmat Allah kepada diri kita yang paling tinggi nilainya adalah Islam; dua, oleh karena itu, belajar yang paling tinggi nilainya adalah belajar Islam, mempelajari Islam. Tentunya masing-masing pada kedudukannya, kalau orang awam ya pokok-pokoknya yang harus di pahami. Tapi, kalau ulama harus terperinci. Jadi tidak harus semuanya diketahui terperinci seperti ulama, tidak begitu, ada pembagian.
Demikianlah apa yang perlu saya terangkan tentang nilai atau fungsi nikmat dinul Islam.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, dalam keterangan ini, saya tadi malam, di satu tempat juga telah menerangkan ini, bagi yang sudah mendengar sebagai penyegaran, bagi yang belum supaya tahu, memang di mana-mana tema saya satu. Karena begini, berdasarkan ucapan seorang ulama, muridnya Ibnu Taimiyah, namanya Ibnul Qoyyim al-Jauziyah, beliau mengatakan, "Orang Islam itu--terutama di akhir zaman--kena dua penyakit (dua fitnah), yaitu fitnah syahawat dan fitnah syubuhat."
Fitnah syahawat artinya fitnah hawa nafsu. Ini biasanya mengenai ulama. Kalau sudah hawa nafsu kena itu tadi, musibah din, maka banyak ulama yang menjual dinnya, haa ... ini lebih berbahaya dari preman. Kalau preman paling-paling hanya nyolong (mencuri) harta, tapi kalau sudah ulama ini disamping harta juga hati manusia dicolong. Karena apa? Dia memberinya fatwa itu berbalik: yang haram dihalalkan, yang halal diharamkan demi untuk mendapatkan imbalan uang dan kedudukan. Ya ini namanya ulama suu' (ulama yang buruk). Itu yang kena fitnah hawa nafsu. Maka, para ulama salaf mengatakan, "Al-'ulama' waratsatul anbiya" (Semua ulama' itu mewarisi ilmunya Nabi). Oleh karena itu, ulama itu pelita umat. Umat kalau tidak ada ulama sudah gelap hidupnya, gelap meskipun ada dokter, ada insinyur, ada ahli kimia, ada ahli apa saja, tapi kalau tidak ada ulama' gelap. Sebab, ulama ibarat kapal, yang memegang kompas, belok kanan ... ada ombak belok kiri. Lalu, ahli ilmu-ilmu yang lain itu teknikal saja, yang bagian mesin, bagian ini itu, tapi yang memegang kompas, mengerti jalan supaya selamat itu, dalam kapal itu ulama, tapi ulama pewaris Nabi ya al-'ulama' waratsatul anbiya'.
Ulama pewaris Nabi itu bagaimana ciri-cirinya? Maa lam yukhalitus sulthan (selama ulama itu tidak mendekati penguasa). Yang dimaksud mendekati penguasa, untuk mencari harta, mencari fasilitas, kedudukan, itu yang dimaksud, bukan mendaki untuk menasihati. Kalau mendekati untuk nasihati, amar ma'ruf nahi mungkar, itu baik. Tapi yang di maksud yukhaalith itu selalu dekat terus dengan penguasa. Karena dia cari kedudukan, maka bukan penguasa yang dinasihati, tapi ulama yang diperalat oleh penguasa, supaya mengeluarkan fatwa-fatwa yang tetap menguntungkan kedudukan penguasa.
Kalau ada ulama meskipun hafal Qur'an, hafal hadits, hafal kitab macam-macam: kitab kuning, kitab putih, kitab apa lagi, hafal semuanya, tapi selalu mendekati penguasa untuk mencari kedudukan, fahuwa lissun fajtanibuuh, dia itu sebenarnya pencuri. Oleh karena itu jauhi, haa ... begitu. Tapi ulama itu penting kedudukannya kalau bener. Sehingga dalam satu hadits di akhir zaman nanti Islam tinggal gambarannya, tinggal namanya, Qur'an tinggal tulisannya, tidak berfungsi semuanya, masjid-masjid banyak tapi kosong dari petunjuk. Kata Rasulullah, akan ada zaman semacam itu, Islam itu tinggal teorinya, terus nggak ada sama sekali praktiknya, tinggal teori tok. Ketika itu kata Rasulullah, sejelek-jelek makhluk di bawah langit itu ulama mereka. Coba, sejelek-jelek makhluk dibawah langit itu kiai haji mereka, kiai haji itu orang yang paling elek, orang jelek di bawah kolong langit, mengapa? Minhum kharajatil fitnah (Dari mulut mereka selalu keluar fitnah), yaitu ajaran-ajaran yang menyesatkan. Maka ulama ini mempunyai dua kekuatan yang luar biasa, yang baik kekautan untuk mengarahkan umat, menyelamatkan umat, yang jahat kekuatan untuk menyesatkan umat.
Oleh karena itu, maka Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, di sini perlu kita pahami, bahwasanya memahami Islam itu adalah penting. Maka, dalam kesempatan tabligh akbar siang hari ini, saya akan menerangkan Maa huwa dinul Islam. Karena tadi diamanatkan, gimana menghadapi situasi sekarang ini? Itu harus dimulai dari apa dinul Islam? Tadi saya katakan, umat Islam wujud tadi kena fitnatusy syahawat dan fitnatusy syubuhat.
Yang kedua umat Islam kena fitnah syubuhat yaitu fitnah kekaburan.Dia itu orang Islam tetapi kabur memahami apa itu Islam. Karena kabur pahamnya, kabur amalannya, ini kata Ibnul Qoyyim, fitnah yang kedua ini obatnya ilmu. Ketika kena fitnah syubuhat, itu obatnya ilmu. Sekarang umat Islam pada umumnya kena fitnah syubuhat, kabur pemahamannya tentang Islam. Yang bathil disangka hak, yang haq disangka bathil. Bahkan, kadang-kadang sampai yang bathil dibela mati-matian, yang hak diperangi mati-matian. Ini karena kena fitnah syubuhat, kabur di dalam memahami Islam. Karena pahamnya kabur, amalannya juga kabur. Maka, ini perlu kita sembuhkan. Untuk itu, kita perlu memahami dulu apa dinul Islam itu?
Allah menamakan Islam, konsep Islam, itu dinamakan diin, wa radhiitu lakumul Islamadiinaa, (Aku ridha bagimu Islam itu sebagai din). Huwal ladzi arsala rasuulahu bil huda wa diinil haq (Dialah yang mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan membawa din yang haq). Apa din itu? Din biasanya diterjemahkan agama. Terjemahan ini jauh sebenarnya, tidak tepat, tapi sudah salah kaprah, ya tidak mengapalah kita terjemahkan agama, asal pengertiannya jangan keliru. Din itu bukan agama, din itu nidhamul hayah. Salah satu makna nidzamul hayah (undang-undang untuk mengatur hidup) itu artinya din, ya ajaran, tatanan untuk mengatur kehidupan, itu namanya din. Semua undang-undang, baik buatan Allah maupun buatan manusia yang tujuannya untuk mengatur hidup, itu disebut din. Oleh karena itu, KUHP juga din, karena itu undang-undang. Tujuannya apa? Untuk mengatur kehidupan supaya hidup ini aman, baik. Diatur oleh undang-undang itu namanya din dalam bahasa Arab, ya termasuk mengatur kepercayaan, mengatur cara nyembah, mengatur berumah tangga, mengatur sampai semua kehidupan umat manusia itu, namanya din.
Jadi, Islam itu din, bukan agama. Kalau agama itu biasanya gambaran orang hanya terbatas pada kumpulan cara-cara ritual, cara-cara nyembah. Ini agama Kristen, isinya apa? Ya itu cara-cara memuji Allah dan menyembah Allah dalam kebaktian, agama Budha juga gitu, cara nyembah Budha dan cara-cara memuji-muji Budha, agama Hindu juga begitu. Maka, mereka itu agama. Tapi, kalau Islam bukan sekadar agama, Islam itu din. Itu yang harus dipahami, undang-undang kalau kita ini ingin bahasa sekarang konstitusi, jadi Islam itu konstitusi. Ini yang harus dipahami. Untuk mengatur kehidupan umat manusia, maka din itu ada dua: dinullah dan dinunnaas (din yang dikonsep oleh Allah, undang-undang yang dikonsep Allah dan undang-undang untuk mengatur hidup yang dikonsep oleh manusia).
Yang dikonsep oleh Allah itu apa cirinya? Cirinya satu: tunggal. Karena, konseptornya satu, yaitu Allah, sejak mulai Nabi Nuh sampai Nabi Muhammad Islam itu satu, terutama pokoknya aqidahnya satu. Adapun syariatnya bisa berkembang dengan perkembangan umat manusia, tidak lebih dari satu. Yang kedua, ciri dinullah itu haq, benar-bener mutlak, tidak ada salahnya, tidak ada bathilnya sedikit pun. Isinya benar, mutlak. Itu dinullah, yaitu dinul Islam.
Ini bisa kita pahami dengan logikanya bagaimana. Pencipta Islam itu Allah. Sedang sifat Allah itu ilmunya tidak terbatas. Allah menggambarkan, lau kaanal bahru middadan likalimaati rabbii lanafidal bahru qabla an tanfada kalimaatu rabbi walau ji'naa bimitslihi madada (Kalau seandainya lautan itu dijadikan tinta untuk menulis kalimat Tuhanmu, yaitu ilmu Tuhanmu, habis tinta satu lautan itu sebelum habis ilmu Tuhanmu, meskipun ditambah tinta satu lautan lagi). Di ayat yang lain, meskipun ditambah tujuh lautan lagi. Artinya, ilmu Allah tidak terbatas. Karena ilmu-Nya tidak terbatas, tidak ada persoalan dunia ini yang tidak diketahui oleh Allah. Semua persoalan yang paling kecil diketahui dengan sempurna oleh Allah. Allah itu ‘aliim kulli syay' (mengetahui segala sesuatu). Tidak ada persoalan yang tidak diketahui oleh Allah. Terutama rahasia manusia, dipahami betul, mulai syaratnya, sampai sifatnya, sampai keadaannya, semua itu dipahami secara sempurna oleh Allah.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Dzat Yang Sempurna semacam itu kalau membuat undang-undang itu mesti menemui sasaran. Mesti undang-undang ciptaannya benar mutlak. Karena, didasari ilmu yang sempurna dan didasari pengetahuan yang sempurna, tidak ada persoalan yang tidak diketahui oleh Allah. Maka, tidak mungkin undang-undang buatan Allah itu meleset. Karena didasari ilmu-Nya yang sempurna. Dan Allah tidak pernah lupa, tidak pernah keliru, tidak pernah. Kalau Allah keliru satu detik, bubar susunan alam ini. Tidak pernah keliru. Begitu sempurnanya ilmu-Nya, kalau Allah menghendaki sesuatu itu, cepat prosesnya. Orang itu makin tinggi ilmunya makin cepat prosesnya. Misalnya, kalau orang mau menyalakan lampu, sebelum punya ilmu teknologi tinggi, kalau mau nyalakan lampu sekampung mungkin memerlukan beberapa jam. Apalagi kalau lampu pompa itu. Tapi, setelah punya ilmu teknologi listrik, jangankan sekampung, sekota dalam tempo sesaat, tet ... nyala semua. Karena ilmu.
Allah juga begitu. Bikin apa saja, kun fayakuun. Dzat yang ilmu-Nya semacam ini membuat satu undang-undang untuk mengatur hidup manusia mesti tepat, memenuhi sasaran. Ini logikanya, kalau kita mau dengan akal. Oleh karena itu, inilah sifat dinul Islam. Jadi, pertama sifat dinul Islam itu benar mutlak. Yang kedua, sifat dinul Islam itu sesuai untuk seluruh zaman dan seluruh bangsa. Setelah dibawa Nabi Muhammad agama Islam itu sudah sempurna, alyauma akmaltu lakum diinakum (hari ini Aku sempurnakan dinmu). Jadi, sejak Nabi Muhammad diutus, sampai hari kiamat, itu Islam setelah Nabi Muhammad wafat, Islam itu sempurna sesuai untuk seluruh zaman. Tidak diperlukan amandemen.
Ini kadang sekarang ada orang mau mengamandemen Islam. Itu ada, JIL (Jaringan Islam Liberal, red)itu yang mau mengamandemen Islam. Tidak diperlukan amandemen. Kalau Undang-Undang Dasar 45 (UUD 45) diperlukan amandemen. Itu pak Abdul Qadir Jailani yang sering mengamandemen UUD 45, karena itu buatan manusia. Tapi, kalau Islam, tidak perlu diamandemen. Cocok seluruhnya, cocok untuk semua bangsa. Karena, yang menciptakan memahami semua.
Kemudian yang ketiga, sifat dinul Islam itu, undang-undangnya, ajarannya paling modern. Tidak ada undang-udang lebih modern dari Islam. Tidak ada! Kadang-kadang ada pejabat keliru. Saya pernah mendengar itu, yang diutik-utik itu potong tangan saja sejak dulu. Baiklah, karena itu yang dibicarakan, maka kita akan jawab. Itu hukum potong tangan itu kan orang Arab dulu. Itu orang zaman kuno itu. Itu kan keras-keras orangnya. Itu cocok untuk zaman itu. Kan sekarang kita sudah modern. Kita mempunyai penjara, sistem hukum yang baik.
Baik, saya akan buktikan mana yang lebih modern, hukum potong tangan atau penjara? Hukum dikatakan modern, baik, kalau mempunyai tiga sifat: (1) pelaksanaannya cepat, (2) biayanya murah, (3)hasilnya memuaskan. Itu namanya hukum modern.
Nah, sekarang mari kita bandingkan antara hukum hudud (di dalam Islam) dan hukum KUHP tentang persoalan kriminal. Mari dibandingkan. Ini kritik membangun namanya. Kalau ada orang mencuri dan terbukti (berdasarkan syarat-syarat yang ada), sudah terbukti perampok, misalnya. Karena dalam Islam itu orang mencuri kalau kelaparan tidak dihukum dalam Islam. Karena memang dia terpaksa. Diberi nasihat lalu diberi pertolongan supaya tidak mencuri lagi. Tapi kalau ada orang mencuri, kekenyangan, kalau itu dihukum. Seperti koruptor-koruptor itu kan kekenyangan. Apa ada koruptor kelaparan? Tidak ada saya kira. Nah, itu yang dihukum. Setelah terbukti, dikumpulkan orang di lapangan, dibacakan oleh hakim, kemudian eksekusi, potong tangan. Habis itu, dokternya mengobati, digotong, sudah, suruh dia pulang. Cepat pelaksanaannya, tidak memerlukan banyak biaya. Pemerintah yang mengeluarkan biaya, bayar hakim, bayar polisinya, bayar dokternya, itu saja, selesai. Hasilnya apa? Pencuri kapok betul. Dia tidak akan berani dua kali mencuri lagi. Bukan saja pencuri, yang melihat itu juga begitu, dia akan ngambil pelajaran. Itu sebabnya, maka pencurian kalau hudud Islam dijalankan akan bisa menekan. Bukan berarti menghapus. Karena dunia itu mesti ada yang jahat, tapi ditekan seminimal mungkin. Tentunya harus ditegakkan dengan hukum Islam yang lain, seperti mengenai zakat dan sebagainya, sehingga ekonomi dalam keadaan baik. Tentunya begitu. Jadi, pelaksanaannya cepat, hanya beberapa jam. Paling satu dua jam selesai eksekusinya. Habis itu suruh pulang. Hasilnya memuaskan. Pemerintah mengeluarkan biaya sedikit.
Nah, sekarang kalau perampok itu menurut KUHP. Sidang sebulan belum selesai, dua bulan, sampai tiga bulan. Tok, kena 30 tahun, umpamanya ini. Eksekusinya 30 tahun. Belum kalau naik banding. Pemerintah sudah membayar hakim-hakimnya. Katakanlah, terakhirnya sudah sampai kasasi, kena 25 tahun. Eksekusinya, karena kena 25 tahun, mesti pelaksanaan hukum ini paling sedikit, potongan potongan, potongan, 15 tahun. Kalau Tommy itu, ntah gak tau itu berapa potongannya, 25 tahun atau berapa itu kenanya.
Bayangkan! eksekusinya 20 tahun. Pemerintah memberi makan pencuri 20 tahun. Tiap hari diberi makan, untuk eksekusinya tadi itu. Bandingkan dengan potong tangan tadi, 1 jam sudah selesai, suruh pulang. Ini tidak, eksekusinya dimasukkan penjara 20 tahun, pemerintah memberi makan selama 20 tahun. Hasilnya apa? Menurut penyelidikan saya, saya kan pernah sekolah di sana (pernah dipenjara, red). Pencuri-pencuri itu, perampok-perampok itu hampir tidak ada yang jera karena penjara. Malah saya pernah nasihati perampok, "Kamu itu jangan merampok, kalau sudah dipenjara gini kan susah kamu." Pokoknya saya gambarkan susahnya dalam penjara. Apa jawabnya?
"Oh, Bapak salah paham."
"Salah paham apa?"
"Bapak salah paham mengartikan penjara. Penjara ini tempat istirahat kami," katanya. Jawabnya begitu coba. Di Solo sana. Jadi, kalau begitu ya ... kerja lagi ... kerja lagi ... (mencuri lagi, red).
Jadi, sudah 20 tahun diberi makan, keluar kerja lagi dia, merampok, kadang-kadang lebih besar lagi. Malah ada yang kadang-kadang sebulan sudah pulang, masuk lagi.
"Lah, kamu masuk lagi?"
"Ya Pak."
"Apa lagi kamu salahnya?"
"Biasalah Pak, mencuri." Nah, kan, enak saja jawabannya. Jadi, masuk penjara itu tidak dirasakan apa-apa oleh dia. Itu pengalaman yang saya lihat.
Tapi ada Ustadz, perampok setelah keluar jadi mujahid. Ya, kita tidak nafikan. Tidak kita bantah, memang betul, setelah keluar insaf itu ada. Tapi, bukan karena jera penjaranya. Karena dalam penjara dia ngaji. Itu persoalannya. Di dalam penjara dia majelis taklim, ngaji. Maka, waktu saya di dalam dengan Habib Rizieq mendirikan di dalamnya itu pondok pesantren At-Tawwabin, yaitu pondok pesantren untuk orang-orang yang taubat. Muridnya banyak sekali, sampai 300-an. Sekarang di Cipinang masih jalan. Pondok pesantren At-Tawwabin muridnya banyak, yaitu perampok-perampok, maling-maling itu. Alhamdulillah, dengan itu ada yang diberi hidayah oleh Allah. Pengajian-pengajian kita adakan. Jadi, insafnya itu karena ngaji bukan karena takut penjara.
Lah, ini perbandingan. Jadi jelas, sebenarnya hukum KUHP itu primitif. Yang modern itu hukum hudud. Diakui ataupun tidak, itu primitif. Bukan saja primitif, itu zalim. Orang dihukum 20 tahun, anak istrinya dibiarkan terlantar. Meskipun dia salah, merampok. Tapi kan masih bisa kerja. Anak istrinya dibiarkan terlantar. Yang dikasih makan perampoknya saja dalam penjara. Jadi, hukum itu primitif dan zalim. Ini kritikan ini. Mudah-mudahan bisa dipikirkan dan ditinjau kembali.
Oleh karena itu, hukum Islam itu paling modern. Seperti umpamanya syariat cara nyembah, itu paling modern Islam. Cara nyembah Allah itu, misalnya shalat. Pertama, semua yang nyembah Allah itu bukan hanya hati, tapi sampai seluruh badan itu ikut nyembah. "Allahu Akbar", semua ikut nyembah, sampai kepala ini kalau sujud, ke bawah ikut nyembah. Itu satu. Kemudian, yang kedua, efeknya apa? Di samping hati (kesehatan hati), semua ahli kesehatan mengakui shalat itu besar sekali efeknya untuk kesehatan jantung. Malah ada seorang dokter mengatakan, shalat malam itu efek yang paling positif mencegah penyakit jantung.
Tapi coba cara ibadahnya yang lain-lain. Kalau Cina, gini-gini (sambil memperagakan dengan tangan, red). Apa ini efeknya ini. Kalau Kristen itu tung tung tung, nyanyi-nyanyi. Kalau Budha hanya gini gini tok. Coba bandingkan sekarang, mana yang lebih modern? Ayo kita diskusi sekarang. Jadi, syariat Islam itu syariat yang paling modern. Mengatur wanita, Islam yang paling modern, menghormati wanita. Islam tidak menghina wanita, menghormati. Wanita dijaga betul. Misalnya, syariat jilbab, kalau keluar wanita dilarang menampakkan aurat. Dilarang bersolek, dilarang pakai wangi-wangian. Apa itu maksudnya? Untuk mematikan fitnah. Yang kedua, wanita itu kalau keluar rumah pakai jilbab dihormati orang. Orang mau ganggu, segan. Nah, itu satu. Yang kedua, tidak menimbulkan fitnah, karena dia nutup aurat. Sebab, fitnah yang paling besar itu wanita. Itu cara Islam. Coba kalau luar Islam, keluar malah disuruh nampakkan auratnya, malah untuk main-main. Tapi, itu anehnya merasa dihormati. Bahkan, kadang-kadang ada perbuatan gila itu, yaitu pertandingan kecantikan. Diukur kukunya, diukur pantatnya. Ya Allah ... seperti binatang kita.
Inilah, Bapak-Bapak, Ibu-Ibu, syariat Islam itu undang-undang, aturan ideologi yang paling modern. Tidak ada yang lebih modern. Itulah Islam. Sekarang, kita akan terangkan bagaimana cara mengamalkan Islam. Ada hubungannya dengan permintaan tadi. Setelah kita memahami Islam, karena Islam itu konstitusi undang-undang, maka kita cara mengamalkan Islam mesti mengikuti sunnah Nabi. Sebab, Nabi itu diutus, gunanya untuk diikuti sunnahnya, bukan diperingati lahirnya, bukan. Diperingati lahirnya itu hanya ijtihad ulama. Maulud Nabi itu ijtihad ulama. Tujuannya apa? Dengan Maulud Nabi itu supaya semangat perjuangan jauh lebih besar, terutama mengikuti sunnah. Jadi, yang paling pokok, Nabi itu diutus untuk diikuti sunnahnya. Nah, bagaimana sunnah Nabi di dalam mengamalkan Islam? Ini yang harus kita pahami. Sunnah Nabi dalam mengamalkan Islam sudah ada contohnya. Sehingga Nabi juga bersabda, "Wa amma amru diinukum fa-ilayya wa antum a'lamu bi-umuuri dunyaakum" (Kalau urusan dinmu, mengenai Islam, baik memahaminya maupun cara mengamalkannya, harus kamu ikuti aku). Tegas Rasulullah. "Wa antum a'lamu bi umuuri dunyaakum," (kamu lebih tahu urusan duniamu). Apa yang dimaksud dunia? Teknologi, misalnya ekonomi. Tapi konsep ekonomi, din, harus kembali kepadaku. Tapi administrasi ekonomi, kamu lebih tahu. Paham tidak ini? Nah, kamu lebih tahu perkembangannya. Sekarang ada komputer, entah nanti ada apa lagi. Tapi, konsep ekonomi harus mengikuti ad-din.
Jadi, mengamalkan Islam harus kembali kepada Nabi. Bagaimana cara nabi mengamalkan Islam? Cara nabi mengamalkan Islam itu bukan diamalkan sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Cara nabi mengamalkan Islam dengan kekuasaan negara. Jadi, Islam itu diamalkan dengan kekuasaan negara, bukan diamalkan sendiri-sendiri. Itu cara mengamalkan Islam menurut sunnah Nabi. Bahkan, itu sunnah Nabi yang paling besar. Malah kadang-kadang sunnah Nabi ini yang dibesar-besarkan yang pecahan-pecahan, misalnya sunnah cara shalat, sunnah cara puasa. Itu memang juga betul, harusnya mengikuti sunnah Nabi. Tapi itu pecahan-pecahan, ada yang lebih global, yang lebih penting daripada itu, yaitu cara mengamalkan Islam, yaitu dengan sistem kekuasaan negara. Bukan sistem sendiri-sendiri seperti sekarang ini. Itu sunnah Nabi.
Jadi, kalau kita sekarang ini berjuang menuntut syariat Islam menjadi konstitusi negara secara resmi 100%, itu bukan persoalan politik. Itu persoalan aqidah, persoalan iman. Itu memang sunnah Nabi begitu, memerintahkan kita begitu. Kalau itu di aturan politik, politik aqidah, yang tidak bisa ditinggalkan. Oleh karena itu, mengamalkan Islam harus pakai undang-undang negara. Negara harus resmi mengundangkan syariat Islam. Syariat Islam harus menjadi undang-undang negara yang hidup di dalamnya ummat Islam. Dan itu tidak bisa ditawar. Itu adalah kewajiban pokok seperti kewajiban shalat dan lain sebagainya. Begitu. Jadi, contohnya, misalnya semua yang diwajibkan oleh Allah dalam Qur'an dan sunnah wajib diwajibkan dalam undang-undang negara. Semua yang dilarang oleh Allah dalam Qur'an dan sunnah itu wajib dilarang oleh undang-undang dan ada sangsinya. Siapa yang melanggar diberi sangsi. Inilah cara mengamalkan Islam menurut sunnah Nabi. Dan Islam harus di atas, tidak boleh diatasi. Undang-undang Islam harus paling atas. Boleh manusia membuat aturan tapi di bawahnya, tidak boleh mengatasi Islam. Ini kalau kita mau kembali kepada Islam yang benar.
Setelah kita paham itu, baru akan membentuk sikap nanti. Seperti pertanyaan tadi, bagaimana menyikapi Islam sekarang ini? Ya, harus kita kritik. Mana yang salah harus kita luruskan. Mana yang betul harus kita dukung. Yang salah kita luruskan. Yang salah apa? Misalnya, pemerintah tidak membuat undang-undang syariat, itu salah besar, dosa, bahkan itu bisa murtad. Faman lam yahkum bimaa anzalallah fa-ulaa-ika humul kaafiruun (Barang siapa memimpin negara yang tidak menghukum rakyatnya, tidak mengatur rakyatnya dengan apa yang diturunkan Allah, mereka itu kafir). Mau ditafsirkan apa lagi. Kafir kecil, itu hanya akal-akalan itu. Kafir ya kafir besar, murtad. Kalau sudah kamu tidak mau menghukum rakyatmu dengan hukum Allah, kafir. Jangankan banyak hukum, satu hukum kamu bisa musyrik. Satu hukum saja sengaja kamu tinggalkan, kamu tentang, musyrik kamu, bukan orang Islam. Walaa ta'kuluu mimma lam yudzkarismullah, fa-innahu rijzun, wa-innasy syayaathiina layuuhuuna ilaa auliyaa-ihim liyujaadiluukum, wa-in atha'tumuuhum innakum lamusyrikun. Kamu jangan makan binatang yang disembelih dengan tidak nyebut nama Allah. Ini syari'at ini. Ada perintah Allah, orang Islam tidak boleh makan binatang yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah. Ini namanya syari'at.
Ketika ayat ini turun, orang kafir ngejek, apa itu Muhammad itu, katanya nabi, bikin hukum kok seperti itu. Binatang yang mati kan langsung disembelih oleh Allah, tidak lewat tangan, kok malah haram. Bangkai itu katanya disembelih oleh Allah, kan langsung itu Allah mematikan, tidak lewat tangan manusia. Tapi, yang lewat tangan manusia malah halal. Itu hukum apa? Seolah-olah kan masuk akal itu. Ketika itu banyak orang yang goncang. Lalu turun ayat selanjutnya, memang orang kafir memberi wahyu dan isu kepada pengikut-pengikutnya untuk membantah hukum. Kalau sampai kamu mengikuti pandangan mereka, kamu musyrik. Innakum lamusyrikum, kamu termasuk orang musyrik. Satu hukum saja, kalau sampai kita mau menolak satu hukum karena mengikuti pendapat orang kafir, satu syari'at saja ditolak, musyrik. Apalagi banyak hukum. Oleh karena itu, maka Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian, persoalan kita yang paling berat sekarang ini persoalan cara mengamalkan Islam, tidak menyalahi sunnah Nabi, tidak mengikuti sunnah Nabi.
Setelah kita memahami, kita sudah mengerti sekarang ini. Jadi, arah perjuangan nanti jelas, tidak belok-belok. Setelah kita memahami Islam itu benar mutlak, bagaimana sikap seorang mukmin terhadap syariat? Sikap seorang mukmin terhadap syariat, karena syariat Islam itu benar mutlak, maka sikapnya taat mutlak. Tidak boleh ditawar-tawar. Allah menggambarkan, Innama kaana qawlul mu'miniina idzaa du'uu ilallahi wa rasuulihi liyahkuma baynahum an yaquulu sami'naa wa atha'naa wa-ulaa-ika humul muflihun (Sesungguhnya ucapan orang mukmin itu kalau dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya untuk mengamalkan hukum-Nya, untuk diatur dengan hukum-Nya tidak ada lain, sami'naa wa atha'naa, kami dengar dan kami taati).
Bukan kami dengar, kami diskusikan dulu. Kami dengar, kami seminarkan, tidak begitu. Kami dengar, kami taati. Sebab apa? Kita sudah yakin kebenarannya, meskipun akal kita kadang-kadang masih belum paham apa maslahatnya. Tapi yakin yang dari Allah mesti benar. Sekarang saya mau tanya, Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, kalau naik haji suruh mencium batu hitam itu, Hajar Aswad, ya kan. Itu benar atau salah itu? Batu kok dicium, bagaimana? Kalau cium anak, maaf-maaf, cium istri atau suami barangkali masih ... ini cium batu. Benarnya di mana ini? Apa batu itu ada keramatnya? Setelah mencium lalu badan jadi wangi, apa begitu? Atau, setelah mencium pulang jadi kaya, apa begitu? Persoalannya apa? Kok bisa kita mengatakan benar cium batu itu. Karena itu perintah Allah dan Rasul. Meskipun kita belum tahu maslahatnya apa. Nanti itu urusan mudah, bisa dipelajari. Tapi, yang penting, perintah Allah dan Rasul benar, titik. Itu sikap orang beriman. Jadi kalau sudah ada syari'at Islam, jalani menurut kemampuan, hanya itu saja. Jadi, jangan dibantah.
Ayat yang lain, Wa maa kaana limu'minin walaa mu'minatin idzaa qadhallahu wa rasuuluhu amran an yakuuna lahumul khiyaratu min amrihim (Tidak ada orang mukmin, laki-laki dan perempuan itu, kalau sudah Allah menetapkan suatu urusan, menetapkan satu syariat, lalu cari pilihan yang lain). Itu tidak ada. Yang disebut orang mukmin, kalau sudah dihadapkan syariat Islam, tidak mungkin cari pilihan yang lain. Meskipun syariat itu kelihatannya berat, tidak mungkin cari aturan yang lain. Itu sifat mukmin. Jadi, sifat mukmin itu dua. Kalau kita ingin jadi orang mukmin, sikap kita terhadap syari'at: (1) taat mutlak, (2) tidak mengajukan pilihan. Ini mukmin namanya. Kalau dua atau salah satu ini tidak ada, bukan mukmin. Itu bukan mukmin. Maka, baik orang mukmin sebagai rakyat, atau orang mukmin sebagai pemimpin, harus itu sikapnya, taat mutlak. Tidak ada pilihan lain.
Bagaimana dengan keadaan situasi? Situasi dan kondisi itu kita disuruh mengamalkan semampunya. Menolak itu jangan. Amalkan, tapi baru satu persen. Ya sudah satu persen, nanti di hadapan Allah saya hanya kuat satu persen. Tapi, yang penting mengamalkan. Timbul pertanyaan sekarang ini, kalau tadi pemimpin Islam diwajibkan memberlakukan syariat Islam dan itu harga mati, tidak boleh dibantah. Melangkahlah menurut kemampuanmu. Jangan karena pertimbangan dunia, lalu kamu mundur. Jangan!
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Itu cara sikap seorang mukmin, baik pemimpin maupun rakyat. Itulah iman yang diterima oleh Allah SWT. Di dalam Al-Qur'an digambarkan, innamal mu'minuunal ladziina aamanu billahi wa rasuulihi tsumma lam yartaabu (sesungguhnya yang disebut orang beriman itu, yaitu orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian tidak ragu-ragu). Percayanya itu mantap, harga mati. Nabi Ibrahim diperintah nyembelih anaknya, tidak banyak pikir. Datang kepada anaknya, hai anakku, inni araa fil manaami annii adzbahuk, fanzhur maa dzaa taraa? (Hai anakku, aku diperintah, dapat itu dalam mimpi untuk nyembelih kamu. Bagaimana pendapatmu?). Anaknya juga imannya mantap, tidak banyak mikir. Yaa abatif'al maa tu'mar, satajidunii insyaa Allahu minash shaabirin (Wahai ayahku, amalkan apa yang ayah perintahkan, insya Allah ayah jumpai aku sabar untuk melaksanakan perintah itu). Inilah sikap seorang mukmin. Sekali lagi, sikap orang mukmin terhadap syariat Islam itu taat mutlak. Dan kedua, tidak mengajukan pilihan.
Nah, sekarang cara memperjuangkan. Ini tadi sikap, sudah kan. Cara mengamalkan jelas sistem negara. Sasaran perjuangan sekarang, sasaran perjuangan yaitu menjadikan syariat Islam menjadi undang-undang negara resmi. Jangan takut-takut. Jangan malu-malu. Saya ingin negara kita ini, karunia Allah ini diatur dengan hukum Islam 100%, titik. Lah, itu orang kafir? Orang kafir tidak dirugikan. Tidak dirugikan sama sekali.
Saya kemarin berdebat dengan ... siapa itu namanya ... (Frans Seda, red) ada itu keluar di majalah Suara Mujahidin yang terakhir itu. Berdebat dengan dia, saya katakan, mengamalkan syariat Islam dalam undang-undang negara itu keyakinan kami, itu bukan politik, bukan keinginan golongan. Itu keyakinan, sebagaimana Anda mempunyai keyakinan kebaktian di gereja. Apa kalau Anda kami tuntut supaya dihalangi, Anda rela? Ya tidak rela. Begitu pula Anda harus paham bahwa mengamalkan syariat Islam yang berbentuk undang-undang negara itu contoh Nabi kami dan itu keyakinan harga mati, tidak bisa ditawar. Saya bilang begitu sama dia.
"Tapi kan itu nanti kami dipaksa?" Tidak ada paksaan masuk Islam. Di dalam Islam tidak ada paksaan, laa ikraaha fid diin. Saya terangkan di situ. Islam tidak boleh memaksa orang kafir masuk Islam. Apalagi kasar, halus aja tidak boleh. Orang kafir dikasih bantuan, karena perlu bantuan, datang ke saya, "Ustadz Abu, tolong saya minta bantuan. Saya perlu hari ini seratus ribu untuk keperluan anak saya ini sakit!"
"Baik, tak kasih 100 ribu, tapi Anda harus masuk Islam!" Itu tidak sah Islamnya. Tidak boleh. Itu namanya maksa secara halus.
Tapi, "Masuklah Islam supaya Anda itu selamat nanti di dunia akhirat." Dinasihati. Kalau dinasihati mau, Alhamdulillah. Tidak mau, ya tidak apa-apa, dinasihati setiap ketemu. Tidak boleh dipaksa. Itu Islam. Tapi, kalau sudah masuk Islam, dipaksa mengamalkan hukum Islam. Lah, itu cara Nabi. Bukan cara kita seenaknya sendiri. Shalat ya boleh, dibantu oleh pemerintah, seolah-olah baik. Tidak shalat juga boleh. Seenaknya sendiri. Tidak bisa! Masuk Islam, wajib mengamalkan hukum Islam. Hanya, menurut kemampuan. Yang diwajibkan harus mengamalkan menurut kemampuan. Tidak mau mengamalkan, dinasihati. Tidak mau, kena sangsi. Begitu ya ... itu dalam Islam.
Jadi, sekarang cara memperjuangkan Islam itu pun kita harus mengikuti sunnah Nabi. Nabi itu teladan. Jangan dikira teladan hanya dalam shalat saja. Termasuk mengamalkan Islam juga ada contohnya, memperjuangkan Islam juga ada contohnya.
Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Di dalam memperjuangkan Islam, terutama perjuangan kita dalam menegakkan syariat, itu hubungannya erat dengan sikap. Kita tadi sudah punya sikap: syariat Islam benar mutlak, harus kita taati mutlak, kita tidak ada pilihan lain. Maka, memperjuangkan Islam juga begitu. Kalau memperjuangkan syari'at, itu tidak boleh pakai sistem minta pendapat orang. Itu tidak boleh. Ada orang yang bilang, ditanya orang, "Bagaimana kalau Bapak jadi presiden? Apa Bapak akan mengamalkan hukum Islam?"
"Oh, ya, akan saya laksanakan syariat, akan saya undangkan syariat Islam bila rakyat setuju." Lah, ini, ibarat shalat, ini kentut, batal. Bila rakyat setuju, baru syariat Islam diamalkan. Kalau rakyat tidak setuju, ya tidak. Jawaban ini keliru. Bagaimana syariat Allah harus minta persetujuan manusia. Tidak bisa! Kenyataannya, gak pakai kenyataan. Kalau syariat Allah harus begini, ini harga mati. Kami tidak minta persetujuan walaw karihal kaafiruun. Orang kafir diberi pengertian, kamu tidak dirugikan. Lah, bagaimana, kita kan negara demokrasi? Demokrasi jangan dipakai untuk mengatur Islam, demokrasi itu ajarannya orang kafir. Demokrasi itu mengajarkan, kita berbuat menurut maunya rakyat. Tapi Islam mengajarkan, kita berbuat menurut maunya Allah. Maunya Allah begini, maunya rakyat harus diatur menurut maunya Allah. Bukan maunya Allah ditunda karena menunggu maunya rakyat. Tidak begitu. Tapi, kalau bikin pasar, bikin jalan raya, nah itu boleh berunding dengan orang kafir. Apalagi kalau dia mempunyai keahlian, harus kita mintai persetujuan. Itu kebutuhan dia, kita minta persetujuan, berunding. Kalau memang mayoritas setuju ya kita buat pasar itu. Kan begitu.
Tapi kalau persoalan syari'at, lakum diinukum wa liya diin. Kami harga mati. Syariat harus jadi undang-undang. Maka, didakwahi, diterangkan seperti ini, baik dalam Islam maupun orang non-Muslim, harus kita terangkan yang jelas. Sikap kita itu begini. Maka, dakwah Nabi, atau sistemnya Rasulullah saw. dalam menegakkan undang-undang Islam itu, manhajnya itu ada dua, yaitu dakwah dan jihad. Itu cara menegakkan Islam, yaitu dakwah dan jihad. Dakwah boleh diartikan partai politik di parlemen. Tapi dakwah. Kalau persoalan syari'at Islam, partai politik Islam, harus pakai tauhid. Tidak mau dirundingkan, ini kewajiban kami. Dan ini, bahkan di Indonesia, kita punya bukti-bukti sejak Indonesia ini merdeka, pemerintahnya itu menzalimi Islam luar biasa. Sejak Sukarno sampai sekarang ini. Pemerintah Indonesia itu menzalimi Islam. Di mana zalimnya? Melarang Islam sebagai undang-undang negara, padahal itu sunnah Nabi, padahal itu keyakinan orang Islam. Jadi, jangan kita itu tertipu dengan dibikinkan masjid. Apalagi dengan Maulud Nabi, Nuzulul Qur'an di istana. Jangan tertipu itu! Itu memang konsepnya Yahudi. Ketika Yahudi putus asa untuk memerangi Islam dengan senjata, maka Yahudi cari sistem lain, yaitu, dalam kitab yang namanya Aladiniyah (?) yang dikarang oleh Dr. Safar al-Hawali. Dia mengatakan, Yahudi ketika itu membuat satu sistem bagaimana untuk melumpuhkan Islam. Yaitu, membuat pemerintahan sekuler, di mana ada pemisahan antara agama dan negara. Atau, pemerintah setengah sekuler, pura-pura menghargai Islam. Biarkan itu rakyat, kasih kesempatan shalat, mengamalkan agamanya bebas. Kalau perlu dibantu. Shalat dibantu, haji dibantu. Ini kan baik seolah-olah, ya kan? Tapi, satu yang harus tegas, jangan sampai syariat Islam menjadi undang-undang negara. Ini nasihatnya Yahudi. Nah, ini yang berhasil. Maka, sistem orang kafir memerangi Islam semacam ini, lebih berbahaya daripada diperangi dengan senjata. Karena, dengan ini banyak orang bisa tertipu. Wah, itu baik, mereka itu baik, shalat itu, pemerintahnya shalat, pergi haji juga, apalagi yang kita tuntut? Kita sudah diberi kebebasan untuk mengamalkan agama, ya bebas yang shalat, ya bebas tidak shalat, bebas menafsirkan Qur'an menurut yang benar dan menafsirkan Qur'an menurut orang kafir seperti diamalkan JIL itu. Semua bebas, bubar semua akhirnya. Ini sebenarnya praktik membunuh Islam sedikit demi sedikit. Yaa itu... sedikit demi sedikit tidak terasa orang Islam, maka Islam kalau begini terus akan mati.
Oleh karena itu, kewajiban kita harus kembali kepada sunnah Nabi. Kita harus tuntut, kita harus tuntut menurut kemampuan kita, bahwa Islam ini harus menjadi undang-undang negara 100 %, tentunya menurut kemampuan. Tapi itu sikap kita, jangan pakai ngalor ngidul (ke utara, selatan, arahnya tidak jelas maksudnya, red). Itulah cara menghadapi keadaan sekarang ini. Alhamdulillah keterangan-keterangan di mana-mana sudah mulai ada hasilnya. Di mana-mana mulai sudah ada Perda syariat sekarang ini, ya kan, meskipun tantangannya banyak. Jangan takut dengan tantangan, tidak ada perjuangan tanpa tantangan. Amhasibtum an tadhulul jannah walam ya'tikum matsalul ladziina khalaw min qablikum massathumul ba'saa-u wadh dharra-u wazulziluu hatta yaquular rasuulu walladziina aamanuu ma'ahu mataa nashrullah (Kamu akan menyangka masuk surga, padahal belum datang kepadamu kegoncangan, apa namaya kemiskinan, musibah dan kogoncangan seperti yang pernah terjadi pada orang dahulu sehingga Nabi dan para pejuang Islam itu mengeluh, kapan ini pertolongan Allah). Artinya, setiap perjuangan mesti ada tantangan. Hanya, Bapa-Bapak dan Ibu-Ibu ... di dalam kita menegakkan Islam, harus kita punya pengertian, menang itu karena pertolongan Allah, bukan karena kehabatan kita. Menang itu karena pertolongan Allah, kalau datang pertologan Allah, meskipun kita sedikit, menang, kam min fi-atin qolilatin ghalabat fi-atan katsiiratan bi-idznillah.
Hanya, supaya medapat pertolongan Allah yang harus kita perbuat dua dalam menegakkan Islam: (1) niat harus lillahi ta'ala (karena Allah). Jangan ada niat urusan dunia, percayalah kalau kita itu ikhlas karena Allah, dunia itu ikut saja. Kalau Allah masih menghendaki kita untuk hidup, mesti di jamin oleh Allah, tidak usah khawatir, asal jangan cari mewah. Mewah itu nanti di akhirat. Jadi niatnya karena Allah tok, tidak ada urusan dunia. (2) Caranya harus mengikut tuntunan syariat. Jangan mengambil cara-cara orang kafir. Caranya harus mengikut caranya Nabi, yaitu dakwah wal jihad. Ad-dakwah menerangkan Islam yang benar; apa yang dimaksud jihad, ya perang. Kalau kita memang sudah dihalangi dengan fisik, ya kita harus angkat, singsing lengan, karena jihad itu rohnya Islam. Jadi jangan takut, jihad memang ditakut-takuti dimana-mana, jihad memang rohnya Islam. Kalau tidak ada jihad, orang Islam tidak punya kemulyaan. Jihad itu pokok, hati-hati kami tidak memulai, tidak memulai memerangi orang kafir, kami hanya dakwah, mau menghendaki mengamalkan Islam. Tapi kalau kami diganggu, kami akan bela, sebab bagi kami syariat Islam itu di atas segala-galanya. Itu yang harus dipahami. Jadi, dakwah wal jihad. Dakwah itu menurut caranya Nabi, diterangkan subtansinya, diterangkan apa adanya, hanya bahasanya supaya yang dipahami oleh rakyat, apa adanya, jadi jangan dipolitik. Kalau politik tidak ada, dipolitisir itu tidak ada, terang-terangan sajalah, tapi bahasanya yang dimengerti rakyat.
Yang kedua, sistemnya Nabi kalau sudah dakwah itu tabsyir wa indzar (memberi berita gembira dan mengancam): kalau kamu mau, surga; kamu tidak mau, neraka. Jadi, orang itu diancam begitu, itu sistemnya Nabi kalau dakwah. Kita juga begitu, baik kepada orang kafir maupun kepada sesama orang Muslim. Hai kamu itu keliru, inilah dalilnya, kalau kamu teruskan, neraka kamu, meskipun kamu shalat, mari kembali ke Islam, supaya kita masuk ke surga, itu dakwahya Nabi.
Demikianlah Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu ...! Jadi, sikap kita terhadap perjuangan Islam sekarang ini jelas. Kita harus meluruskan dakwah kita menurut sunnah Nabi, niat dan ikhlas caranya menurut syariat. Sasarannya apa, kita memperjuangkan tegaknya syariat. Apa arti tegaknya syariat? Syariat menjadi undang-undang negara resmi, karena itu cara mengamalkan Islam yang benar. Sehingga, Islam membawa rahmatan lil'aalamin. Ini yang jelas kesimpulannya. Apa yang belum saya terangkan mudah-mudahan keterangan saya ini setidak-tidaknya membuka wawasan, kalau keterangan ini benar, semua itu karena datang dari Allah, tapi kalau ada kekeliruannya itu semua dari kelemahan saya. Wassalamu'alaikum wr. wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar