Jumat, 26 Agustus 2011

PERAN TAQWA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT SEJAHTERA DI INDONESIA

PERAN TAQWA DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT
SEJAHTERA DI INDONESIA
Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, MA
اَلسَّـلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللًّـهِ وَبَرَكَاتُهُ
اَللَّـهُ اَكْبَرْ9 × ، لاَ اِلـهَ اِلاَّ اللَّـهُ اَللَّـهُ اَكْبَرْ، اَللَّـهُ اَكْبَرْ وَلِلَّـهِ الْحَمْدُ. اَللَّـهُ اَكْبَرْ كَبِـيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ كَثِـيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّـهِ بُكْرَةً وَأَصِـيْلاً، لاَ إِلـهَ اِلاَّ اللَّـهُ وَحْدَهُ، صَـدَقَ وَعْـدَهُ، وَنَصَـرَ عَبْدَهُ، وَاَعَـزَّ جُنْدَهُ وَحَزَمَ اْلأَحْزَابَ وَهْدَهُ، لاَ إِلـهَ إِلاَّ إِيَّـاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِـرُوْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُنَافِكُوْنَ، وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ.
اَلْحَمْدُ لِلَّـهِ الَّذِى اَمَرَنَا بِالْعَـدْلِ وَاْلإِحْسَـانِ، وَاِيْتَـاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيـَنْهَى عَنِ الْفَحْشَـاءِ وَالْمُنْكَرِ، لِيُخْرِجَـنَـا مِنَ الظّـُلُمَـاتِ إِلَى النُّوْرِ، وَيَجْعَلَـنَـا مِنْ خَيْرِ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّـاسِ. أَشْهَـدُ اَنْ لاَ إِلـهَ إِلاَّ اللَّـهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَـدُ اَنَّ مُحَمَّـدًا عَبْـدُهُ وَرَسُـوْلُـهُ، اَلَّـذِى جَـاءَ وَاحِـدًا وَمُوَحِّـدًا. اَللَّهُـمَّ صّـلِّ وَسَـلِّـمْ وَبَارِكْ عَلَى حَبِـيْـبِـنَـا مُحَمَّدٌ، وَعَلَى آلِـهِ وَاَصْحَـابِـهِ الَّـذِيْنَ سَـلَكُـوْا عَلَى سَبِيْـلِ التَّـقْـوَى وَالْهُـدَى. اَيُّهَــاالنَّـاسُ، اِتَّقُـوا اللَّـهَ حَـقَّ تُـقَـاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُـمْ مُسْـلِمُوْنَ.
اَللَّـهُ اَكْـبَرْ، اَللَّـهُ اَكْـبَرْ، اَللَّـهُ اَكْبَرْ وَلِلَّـهِ الْحَمْـدُ.
Pada pagi hari ini, tanggal 1 Syawal 1432 H., seluruh ummat Islam di seluruh dunia berkumpul di Masjid, di lapangan dan tempat-tempat lainnya dan bersila, duduk istiqâmah mengumandangkan takbir, tahmid dan memuji kebesaran Allah Swt, bersama-sama mendekatkan diri, menyatukan nurani dengan zat yang melindungi dan senantiasa membimbing kehidupan, yakni Allah swt. Selaku hamba Allah, upaya mendekatkan diri berikhtiar untuk konsisten dengan ketakwaan yang selama ini dibangun, merupakan wujud dari tasyakkur ke hadapan-Nya. Betapa banyak rahmat, nikmat, dan pertolongan, yang Allah berikan kepada kita setiap saat, baik disadari maupun tidak. Jika dikalkulasi, pasti kita tidak bisa menghitungnya. Kenyataan ini telah digariskan Allah swt. dalam firman-Nya:
وَإِنْ تَعُـدُّوْا نِعْمَـةَ اللَّـهِ لاَ تُحْصُوْهَـا، إِنَّ اللَّـهَ لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ
Terjemahnya:
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Nahl: 18].
Allâhu Akbar 3X Wa Lillâh al-Hamd.
Jama’ah `Id yang Berbahagia,
Manusia muslim yang selesai menunaikan puasa dan ibadah-ibadah lainnya di bulan suci Ramadhan yang baru saja berlalu, tidak ada jalan lain selain harus mensyukuri realitas hidup ini dengan ketulusan dan kesadaran, bahwa semua ini telah menjadi kehendak Allah Swt. Selain itu, juga harus diingat bahwa kenyataan yang ada sekarang ini, baik kenyataan kehidupan hukum, politik, budaya, ekonomi, maupun lainnya bukanlah kenyataan yang ideal, bukan kehendak akhir dari Allah swt. Sungguh masih teramat banyak kelemahan, kekurangan, dan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam menata dan menjalani tata aturan Allah swt. di dunia ini dalam mempersiapkan masa depan, yakni kehidupan di akhirat. .
Tidak dapat diingkari oleh manusia muslim yang menyandang predikat Takwa bahwa pelanggaran hak-ahak asasi manusia melalui kedzaliman, kemaksiatan, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, kerakusan, keserakahan, kecongkakan, penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan, serta kemungkaran masih merajalela dalam masyarakat yang mendiami negara Republik Indonesia termasuk masyarakat yang mendiami Wilayah ibu kota negara. Aktor dari semua kejahatan itu mungkin saja adalah diri kita sendiri, dan mungkin juga orang lain. Sadar atau tidak, kita pun acapkali terlibat dan melakukan hal-hal tersebut. Mari kita renungkan protes malaikat, tatkala Allah swt. hendak menjadikan Adam sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.
Malaikat berkata, “Mengapa Engkau ya Allah, hendak menjadikan khalifah di bumi ini, orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Dalam Surah Al-Baqarah: 30 diceritakan:
وَإِذْ قَـالَ رَبّـُكَ لِلْمَـلاَئِكَـةِ اِنِّي جَاعِـلٌ فِى الأَرْضِ خَلِيْـفَةً قَالُوْا اَتَجْـعَلُ فِيْهَـا مَنْ يُفْسِـدُ فِيْهَـا وَيَسْـفِـكُ الـدِّمَـآءَ وَنَحْـنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَـالَ إِنِّيْ أَعْلَمُ مَـالاَ تَعْلَمُوْنَ.
Terjemahnya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” [QS. Al-Baqarah: 30]
Ayat Alqur’an tersebut, pada kesempatan yang berbahagia ini, saya selaku khatib Id al-Fithri, mengingatkan diri sendiri dan mengajak kepada seluruh ummat Islam yang hadir untuk melakukan refleksi, mawas diri, dan secara bersama-sama melakukan perbaikan-perbaikan dan perubahan-perubahan sosial ke arah yang lebih baik. Dalam bahasa agamanya, “menggalakkan amar ma’ruf dan nahî munkar”. Pada dimensi ini lah kiranya kita selalu dituntut untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan, yakni takwa dalam arti yang sebenar-benarnya. Takwa dimaksud, bukan hanya memihak pada kepentingan pribadi, seperti menjalani spiritual keagamaan secara khusyu’ dan istiqâmah, melainkan juga memfungsikan diri sebagai pelaku perubahan sosial tadi, termasuk menagakkan supermasi hukum yang di buat oleh Allah di dalam Alqur’an. Hal itu, diungkapkan oleh Allah Swt. dalam S. Al-Nahl: 90 yang berbunyi:
إِنَّ اللَّـهَ يَأْمُـرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَـائِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
Terjemahnya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) menegakkan dan berjuang untuk keadilan, berbuat kebajikan, mendistribusikan kekuasaan dan kekayaan kepada sesama (kerabat). Allah melarang berbuat keji, membiarkan dan melindungi kemunkaran, dan menebarkan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu dapat mengambil sebagai peringatan.” [S. Al-Nahl:90].
Demikian itulah, salah satu dari perintah Allah yang secara tegas menggunakan kata ya’muru = memerintahkan. Isi ayat tadi, secara substantif adalah bagian yang tidak terpisahkan dari agenda bangsa Indonesia untuk mewujudkan diri sebagai orang yang muttaqîn.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allâhu Akbar Wa Lillâh al-Hamd.
Berkenaan dengan ayat yang disebutkan terakhir tadi, kiranya kita perlu kembali lagi mengenang sejarah generasi pertama Islam sekitar 14 abad yang lalu, yaitu mampu menciptakan kondisi masyarakat yang tenteram, sejahtera, adil, dan makmur dibawah naungan dan magfirah Allah Swt. Hal itu terwujud, karena Nabiyullah Muhammad Saw. bersama sahabatnya mengikuti norma-norma hukum yang dibuat oleh Allah yang tercantum di dalam Alqur’an. Cahaya Alqur’an itulah yang mengantar masyarakat untuk menikmati kesejahteraan, ketenteraman, kedamaian, dan sejumlah istilah-istilah lainnya yang semuanya berintikan keadilan. Islam, dalam ajaran-ajarannya berasaskan ketauhidan yang berimplementasi syari’at yang tercermin melalui akhlakul karimah
ِاَّنَما بُعِثْتُ لاُتَمِّمَا كَا رِ مَ اْلا حخْلاَ ق
Fakta menunjukkan bahwa generasi pertama ummat Islam mampu menciptakan kesejahteraan dalam masyarakat, mampu menegakkan supermasi hukum yang amat dikagumi oleh penganut-penganut agama lain, sehingga mereka berbondong-bondong memeluk agama Islam. Pada saat ini Islam tersebar kesemenanjung Arabia yang kemudian sampai ke Eropa dan Persi dan Romawi. Fakta inilah yang menjadi cerminan dari suatu hadist yang diungkapkan oleh Nabyullah Muhammad Saw.
اَْلإِاسْلا مُ يَعْلُوْا وَ لا يُعْلَى عَلَيْهِ
Artinya:
Ajaran Islam itu tinggi dan tidak ada ajaran yang lebih tinggi darinya.
Selain itu, di zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abd. Aziz, sebagai sebuah pemerintahan bermuara pada terwujudnya suatu kondisi kehidupan yang adil seperti yang diinginkan oleh Allah Swt melalui perintah Alquran dalam menunaikan shalat, puasa, zakat dan/atau infaq, dan haji, merupakan bukti yang tidak dapat dibantah atas misi tersebut. Dalam kebanyakan ayat Alquran, shalat tidak pernah disebut tanpa diiringi dengan zakat atau infaq. Sebagai contoh, Surat Al-Baqarah: 277 dan Surat Al-Ra`d: 22.
إِنَّ الَّذِيْنَ امَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّاالِحّاتِ وَأَقَامُوْا الصَّلوةَ وَاتُوْا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُوْنَ
Terjemahnya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak (pula) bersedih hati (cemas).” [QS. Al-Baqarah: 277].
وَالَّذِيْنَ صَبَرُوْا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَاَقَامُوْا الصَّلوةَ وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سَرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَءُوْنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيّـِئَةَ أُولئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ.
Terjemahnya:

“Dan orang-orang yang sabar/tabah karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat (kampung) kesudahan (yang baik).” [QS. Al-Ra`d: 22].

Zakat sendiri, seperti digariskan Alquran, dimaksudkan untuk mendistribusikan kekayaan kepada fakir dan miskin, untuk membebaskan budak-budak agar mendapatkan kemerdekaannya, melepaskan lilitan dan tindasan bagi mereka yang berhutang, dan memberikan kemudahan akselarasi bagi ibnu sabîl. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran:
اِنَّمَا الصَّدَقتُ لِلْفُقَرَاءِ وًالمَسكِيْنَ وَالْعمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغرِمِيْنَ وفِىسَبِـيْلِ اللّـهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ فَرِيْضَةً مِنَ اللّـهِ وَاللّـهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ.

Terjemahnya:

“Sesungguhnya shadakah-shadakah itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”[QS. Al-Taubah: 60].
Selain itu, zakat merupakan pintu masuk (entry point) bagi umat Islam, apabila memang benar-benar hendak menegakkan amanat kekhalifahannya dengan keadilan dalam kehidupan sosialnya. Di dalam ajaran zakat, Islam bukan saja telah menunjukkan keterlibatannya yang bulat pada tata kehidupan masyarakat manusia yang sehat, adil, dan demokratis, tetapi sekaligus mencanangkan perekat kekuatan (pakem-pakem) dalam kelembagaannya. Bukan sekedar itu, kehadiran Nabi Muhammad saw. sendiri membawa misi profetik, misi yang membebaskan masyarakat dari berbagai sistem dan struktur yang melestarikan ketidakadilan.
Ummat Islam Indonesia tahu masyarakat Arab ketika itu memang dikenal dengan sebutan jahiliyah. Bukan karena jahil dalam pengelolaan dan tataniaga kekayaan, melainkan pada nilai keadilan dari wujud kekayaan yang mereka miliki. Karena itulah, maka langkah-langkah Nabi Muhammad saw. dengan ajaran-ajarannya itu dirasakan sebagai hal baru yang sangat revolusioner. Bagi masyarakat bisnis kota Mekah yang merasa kepentingannya terancam, mereka melakukan perlawanan kepada Nabi Muhammad saw. Begitulah kira-kira, yang dihadapi Nabi Muammad saw. pada masanya.
Nabi Muhammad saw. dalam sejarah di Mekah, memang orang pertama yang memikirkan proses perubahan yang terjadi secara serius. Ia sekaligus menjadi pemimpin terkemuka yang mampu mengartikulasikan teori yang sistematis dan masuk akal untuk memajukan masyarakat Mekah, baik pada tataran spiritualitas maupun teknis-pragmatis. Mesti begitu, visi dan pemikiran nabi dalam mengembangkan ajaran-ajarannya tidak semata-mata ditentukan oleh situasi Mekah saja. Ajaran-ajarannya yang diekspresikan dalam idiom-idiom religio-spiritual, sangatlah universal. Bahkan, dalam pelaksanaannya menimbulkan restrukturisasi masyarakat secara radikal.
Nabi Muhammad saw. memang patut dinobatkan sebagai seorang revolusioner, baik dalam ucapan maupun perbuatannya. Ia bekerja demi perubahan radikal dalam struktur masyarakat pada masanya. Dengan inspirasi dan bimbingan wahyu ilâhiyah, menurut formulasi teologis, ia mengajukan sebuah alternatif tatanan sosial yang adil dan tidak eksploitatif, serta menentang penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Alquran yang dibawanya, mengutuk orang-orang yang menimbun kekayaan, tidak menafkahkannya di jalan Allah, serta meminta Nabi untuk memperingatkan mereka, bahwa hukuman yang berat menanti mereka. Ayat yang dimaksud secara tegas diutarakan:
وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَـا فِي سَبِيْلِ اللّـهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ.

Terjemahnya:

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) sikasa yang pedih.”[QS. Al-Taubah: 34].
Melihat struktur ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ketika itu, maka satu-satunya jalan untuk memberikan perlindungan bagi orang-orang yang lemah dan tertindas adalah memberi tanggung jawab kepada orang-orang kaya untuk membagikan kelebihan kekayaannya di jalan Allah, baik lewat zakat yang wajib hukumnya, maupun lewat jalur infaq, sedekah, maupun hibah. Itulah yang ditempuh Islam dalam pemecahan problem ekonomi kerakyatannya. Itu pulalah barangkali, wujud teologi pembebasan dalam Islam. Teologi semacam itu agaknya meniscayakan untuk dijadikan alternatif pada masa sekarang.
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar Wa Lillâh al-Hamd.
Konsep penting lain dalam Islam adalah jihad, yang secara harfiyah berarti berjuang. Konsep ini juga perlu ditafsirkan dalam konteks teologi pembebasan. Dalam konteks ini, jihad mempunyai makna sebagaimana yang digariskan Alquran sebagai perjuangan untuk menghapuskan eksploitasi, penindasan, kedzaliman, ketidakadilan, serta Korupsi berjamaah sebagai istlah yang muncul kemudian, dalam berbagai bentuknya. Perjuangan ini harus terus menerus diupayakan hingga pengaruh destruktif ini hilang sama sekali dari muka bumi. Allah menekankan:
اَلَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِي سَبِيْلِ اللَّـهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ، أَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللَّـهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَائِزُوْنَ.
Terjemahnya:

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad/berjuang di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggoi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.”[QS. Al-Taubah: 20].
Berdasarkan ayat di atas, Allah menghendaki orang yang beriman agar berjuang secara total sehingga penindasan, pelanggaran hak-hak asasi manusia di muka bumi berhenti. Seluruh ayat-ayat Alquran memang bersemangatkan pembebasan manusia dari ekploitasi dan penindasan. Teologi pembebasan dalam Islam memang mendapatkan kekuatannya dari ajaran-ajaran Alquran yang demikian. Sebagai contoh dalam Surat Al-Maidah, ayat 8 berbunyi:
يَآاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلَّـهِ شُهَدَآءَ بِالْقِسْطِ، وَلاَيَجْرِمَنَّكُمْ شَنَأنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُوْا، اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى، وَاتَّقُوْا اللَّـهَ، إِنَّ اللَّـهَ خَبِيْرٌ بِمَاتَعْمَلُوْنَ.
Terjemahnya:

“Hai Orang-orang yang beriman, jadilah orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kelompok mendorong kamu untuk berprilaku tidak adil. Berlaku adil lah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Memberitahukan apa yang kamu perbuat.”[QS. Al-Mâidah: 8].
Jadi, keadilan merupakan kepentingan utama bagi teologi pembebasan Islam. Teologi pembebasan berusaha menekankan kembali titik perhatian Islam yang paling essensial, yakni keadilan sosial dengan prioritas utama kelompok-kelompok lemah dan massa tertindas, pembentukan kembali masyarakat yang bebas dari kepentingan-kepentingan primordialistik.
Teologi pembebasan mengarahkan pada terciptanya ‘masyarakat tanpa kelas’ dan ‘masyarakat religius’ yang menjadi tujuan sejati dari ‘masyarakat tauhid’. Karena itu, ummat Islam Indonesia perlu mendengar upaya Ashgar Ali Engineer, seorang teolog pembebasan Islam dari India, tatkala merevisi konsep kafir dan mukmin yang mengkaitkannya dengan issi profetis dan emansipatoris yang menjadi ruh Islam tadi. Kafir yang sesungguhnya menurut dia, adalah: “... orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kedzaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan dalam masyarakat ...” Dengan demikian, bagi Ali Engineer, seseorang disebut mukmin sejati bukanah sekedar percaya kepada Allah, melainkan juga harus berjuang menegakkan keadilan, melawan kedzaliman dan penindasan. Dari sisi lain, dapat difahami bahwa: jika ia tidak berjuang menegakkan keadilan dan melawan kedzaliman serta penindasan, apalagi justeru mendukung sistem dan struktur masyarakat yang tidak adil, walaupun ia tetap percaya kepada Allah, dalam pandangan Ali Engineer, ia masih tergolong kafir. Ali Engineer juga mengatakan: “Orang kafir yang sesungguhnya adalah orang yang arogan (mustakbirîn) dan penguasa yang menindas, merampas, melakukan perbuatan-perbuatan dalam mengelola negara, dan tidak menegakkan yang ma’ruf, tetapi sebaliknya membela yang munkar.” Demikian juga sebaliknya: “Orang mukmin sejati bukan mereka yang hanya mengucapkan syahadat, melainkan juga dipersyaratkan melakukan perjuangan menegakkan keadilan bagi mereka yang tertindas dan lemah (mustadh’afîn), yang tidak pernah menyalahgunakan posisi kekuasaan mereka atau menindas orang lain atau merampas tenaga orang lain, yang menegakkan kebaikan dan menolak kejahatan.”
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar Wa Lillâh al-Hamd.
Pada sisi lain, tidak dapat disangkal bahwa Islam yang kita terima ini adalah ‘Islam historis’, yaitu Islam yang menjelma melalui proses pergulatan sejarah manusia dalam segala dimensinya, sejak diturunkannya hingga hari ini di Indonesia. Penyebutan ‘Islam historis’ di sini, semata-mata untuk membedakan dengan Islam yang ‘suci’, yang tumbuh dan berkembang pada masa Rasulullah saw, terutama tatkala merespons realitas sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang berkembang, selalu dikendalikan dan dibimbing oleh wahyu Allah swt. Karena itu, periode Nabi diyakini sebagai periode Islam yang ideal, tak ada cela, kesalahan, apalagi sekedar kekeliruan. Periode ini juga yang senantiasa dijadikan bahan refleksi dan sumber ke-Islaman untuk masa-masa berikutnya. Bukan hanya Alquran yang ditetapkan sebagai sumber dari segala sumber, Sunnah Nabi pun harus menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari Islam. Dalam doktrin Islam,
Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar Wa Lillâh al-Hamd.
Ummat Islam Indonesia meyakini, Islam adalah agama wahyu, karena itu, ia hanya bersumberkan pada Alquran dan Al-Sunnah. Sunnah dijadikan sumber karena diyakini bahwa jatidiri Muhammad saw. personifikasi dari wahyu juga, yang mampu menjelaskan Alquran secara benar dalam tataran realitas historis. Sehingga, bagi kita tidak ragu lagi Alquran dan penjelasannya, Al-Sunnah adalah monodualisme sumber Islam untuk segala ruang dan waktu, universal.
Namun, perlu diingat bahwa keberadaan Nabi Muhammad saw. selaku personifikasi wahyu berada dalam ruang dan waktu tertentu. Beliau hidup, membentuk dan membangun ajaran-ajarannya setelah berinteraksi dengan kondisi, kultur, tradisi, politik, karakter dalam masyarakat Arab yang sangat partikuristik. Sementara Alquran sebagai sistem nilai yang dijelaskan bersifat universal, lintas ruang dan waktu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Islam dibangun di atas dasar; dialektika doktrin (wahyu) yang universal dengan tradisi (realitas) yang partikular; nilai transendental dengan nilai imanental; kehendak Allah swt. dengan kebutuhan manusia.
Dari sini dapat dipahami bahwa: (1) Alquran dan Al-Sunnah merupakan sumber yang hidup, dinamis, dan siap untuk berinteraksi secara lintas ruang dan waktu, (2) Alquran dan Al-Sunnah perjalanan hidup Rasulullah saw. merupakan sinema kehidupan masa depan sepanjang zaman, yang harus dijadikan panutan bagi kehidupan sesudahnya, dan (3) memahami Alquran dan Al-Sunnah secara total, baik sebagai mashâdir (sumber) maupun manâhij (metodologi) Islam, tidak bisa mengabaikan pemahaman antropologi, sosiologi, psikologi, dan semacamnya dari kehidupan Rasulullah saw.; karena kehidupan Rasulullah saw. adalah eksperimentasi sejarah manusia yang ideal sebagai khairan ummah.
بَارَكَ اللّـهُ لِي وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْم ونفعتى وايا كم بما فيه من ايا ته والذكرالحا كيم اقول قو لي هذا واستغفروه انه هوالغفور الرحيم

Khotbah Kedua
اَللَّـهُ اَكْبَرْ7 × ، لاَ اِلـهَ اِلاَّ اللَّـهُ اَللَّـهُ اَكْبَرْ، اَللَّـهُ اَكْبَرْ وَلِلَّـهِ الْحَمْدُ. اَللَّـهُ اَكْبَرْ كَبِـيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ كَثِـيْرًا، وَسُبْحَانَ اللَّـهِ بُكْرَةً وَأَصِـيْلاً
اَلْحَمْدُ لله رَبِّ اْلعَا لَمِيْن وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلىَ اُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْن. اَشْهدُاَنْ لاِالَهَ اِّلاللهُ وَاَشْهَدُاَنَّ محمدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلّلهُمَّ صلّ وَسَلّمْ وَبَارِك عَلَى محمد وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تبعَ هُدَاهُ اِلَىيَوْمِ الدين .فَقَا لَ َتَعلىَ فِىاْلقُرْآنِ اْلعَظِيْم انّ الله وَمَلَئِكَتَهُ يُصَلّوْنَ عَلَى الّنِبى. يَا اَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا صَلّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ والْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمُ اْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ، وَقَاضِيَ الْحَجَاتِ. اَللَّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلَكَ الْكُفَّارِ وَالْمُشْرِكِيْنَ. رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. رَبَّنَا اتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ اَمَّا يَصِفُوْنَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ. وَالْحَمْدُ لِلَّـهِ رَبِّ الْعلَمِيْنَ.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّـهِ وَبَرَكَاتُهُ



PERANAN JAMINAN PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA CABANK KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PERANAN JAMINAN PEMBIAYAAN BANK MUAMALAT INDONESIA
CABANK KUPANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh :
MUHAMMAD SYAUKY S. DASY

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya kaum muslim untuk menjalankan sayari’at Islam dalam segala dimensi kehidupan, khususnya dalam bidang Ekonomi, lambat laun kian terasa. Walaupun kadang-kadang tersa lambat dan banyak menghadapi berbagai halangan dan rintangan. Sehingga makin banyak kita melihat berdiri berbagai lembaga keuangan yang berbnafaskan Islam di wilayah negeri ini, bahkan juga di berbagai belahan bumi lainnya dari waktu ke waktu.
Islam sangat memperhatikan bidang perekonomian atau perniagaan karena harta dengan berbagai kelebihannya merupakan tiang penyangga kehidupan di bumi dan perangkat untuk selalu mendorong manusia dalam menjalankan ibadah. Syari’at Islam mengandung konsep-konsep universal yang mengatur segala bentuk kegiatan ekonomi sebagimana kegiatan-kegiatan manusia lainnya. Oleh karena itu system ekonomi Islam merupakan akumulasi dari konsep-konsep universal dan realisasi penuh keberanian.
Pada abad keduapuluh ini, Negara-negara muslim menghadapi tantangan social dan politik, usaha untuk bebas dari dominasi penjajah, berkembang menjadi Negara merdeka dengan seluruh tekanan problem-problem modernisasi. Sejarah Islam pada periode modern merefleksikan keberlangsungan interaksi tradisi Islam dengan perubahan-perubahan. Salah satu dari perkembangan yang signifikan di Negara Islam dalam dua decade terakhir adalah Bank Islam (Syari’ah). Sekarang ini, juga banyak perkembangan baru yang terkait dalam bidang ekonomi, seperti masalah mata uang, pola transaksi perdagangan dan sebagainya.
System keuangan dan perbankan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, di mana tujuannya sebagaimanadianjurkan oleh para ulama adalah memberlakukan system nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan ekonomi. Perbankan Islam memberikan layanan bebas bunga kepada para nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarangan dalam semua bentuk transaksi. Islam melarang umatnya menarik atau membayar bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan system perbankan Islam dengan system perbankan konvensional.
Awal perkembangan bank Islam di Indonesia dimulai agak terlambat, jika dibandingkan dengan Negara Islam dibelahan dunia lainnya, meskipun pada kenyataannya Indonesia adalah Negara dengan populasi penduduk yang mayoritas beragama Islam terbesar di dunia dengan populasi 237,641,326 jiwa, sekitar 85,1% penduduk Indonesia adalah beragama Islam. Diberlakukannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tanggal 25 Maret 1992, menandai adanya kesepakatan rakyat dan bangsa Indonesia untuk menerapkan dual banking system di Indonesia. Sejak saat itu, seharusnya semua instansi terkait menyesuaikan diri dalam segala kegiatannya dengan paradigma baru ini.
Perkembangan dunia perbankan syari’ah di Indonesia dan kinerjanya cukup menggembirakan. Di saat bank-bank konvensional diterpa badai krisis bahkan puluhan diantaranya terpaksa harus dilikuidasi, bank syari’ah (dalam hal ini Bank Muamalat Indonesia) tetap tegak berdiri. Bank Muamalat Indonesia pada saat puncak krisis di tahun 1998 mengalami kerugian Rp. 72.000.000.000,- (tujuh puluh dua miliar rupiah), namun di tahun 1999 telah pulih kondisinya dan mengalami keuntungan sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua miliar rupiah). Kegiatan ini menunnjukkan bahwa dengan system operasional syari’ah di dunia perbankan akan terhindar dari momok yang sangat ditakuti yaitu negative spread. Kendati demikian, dalam perspektif idealis kondisi ini tetap saja masih sangat jauh dari yang diharapkan.
Kinerja perbankan syari’ah mendapatkan momentum akselerasinya pada tahun 2010 dimana asset perbankan syari’ah meningkat cukup signifikan dengan pertumbuhannya mencapai 47,6%, terutama bila dibandingkan dengan perbankan nasional yang asetnya hanya tumbuh 18,7%. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh beridirnya sejumlah Bank Umum Syari’ah (BUS) baru dan jaringan kantor perbankan syari’ah. Selain itu, sisi pendanaan perbankan syari’ah juga mengalami peningkatan yang cukup tinggi di mana pada tahun 2010 DPK mengalami pertumbuhan sebesar 45,06% dibandingkan tahun 2009. Penyumbang kenaikan DPK tersbesar masih berasal dari nasabah korporasi. Salah satu factor utama yang mendorong kenaikan DPK adalah imbal hasil perbankan syari’ah yang relative lebih menguntungkan dibandingkan hasil perbankan konvensional. Selain itu, kegiatan edukasi masyarakat yang terus dilakukan dalam rangka memperkenalkan produk dan keunggulan system perbankan syari’ah semakin mampu menarik perhatian nasabah-nasabah baru.
Ibarat bola salju, perbankan syari’ah akan terus menggelinding dan semakin besar bahkan kemungkinan akan melibas habis perbankan konvensional. Hal ini telah dibuktikan dengan lebih tangguhnya Perbankan Syari’ah dibandingkan dengan perbankan konvensional ketika Indonesia di tengah-tengah krisis, di mana perbankan konvensional banyak yang ditutup, sedangkan perbankan syari’ah hanya beberapa BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah) saja yang tidak mampu bertahan.
Sebagian produk perbankan Syari’ah saat ini sebenarnya merupakan perpaduan praktek perbankan konvensional dengan prinsip-prinsip dasar transaksi ekonomi Islam. Namun demikian dengan keluwesannya, produk-produk perbankan syari’ah menjadi sangat luas dan lebih lengkap dibandingkan dengan produk-produk perbankan konvensional, ternyata juga dapat ditemui dalam praktek perbankan syari’ah seperti giro wadi’ah, tabungan wadi’ah dan pembiayaan. Namun demikian ada beberapa produk perbankan syari’ah yang tidak dikenal dalam perbankan konvensional, seperti transaksi gadai, transaksi sewa, pinjam kebajikan dan lain-lain.
Secara umum, keseluruhan transaksi di perbankan syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar. Pertama, produk pembiayaan yaitu produk-produk yang bertujuan untuk membiayai kebutuhan masyarakat. Kedua, produk dana adalah produk yang bertujuan untuk menghimpun dana masyarakat. Ketiga, produk jasa adalah produk yang dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat yang berbasis pendapatan tanpa exposure pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit. Menurut sifat pengguanaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan produktif (pembiayaan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, seperti untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi), dan pembiayaan konsumtif (pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan).
PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Merupakan salah satu diantara bank yang transaksinya dilakukan dengan prinsip syari’ah, bahkan Bank Muamalat Indonesia merupakan Bank Syari’ah pertama di Indonesia. Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang merupakan salah satu cabangnya yang berkantor di Jalan Soekarno No. 27 Fontein Kupang tempat penelitisn ini dilaksanakan berdiri pada tanggal 8 September 2006.
Produk-produk pembiayaan yang ditawarkan oleh Bank Muamalat Cabang Kupang diantaranya adalah Pembiayaan Murabahah, Mudharabah, Musyarakah dan Al-Qirod. Yang mana setiap pembiayaan itu diharuskan kepada para nasabah untuk menyertakan jaminan seperti asset tanah dan bangunan, kendaraan mobil atau deposito (pembayaran back to back).
Motivasi penyusun untuk meneliti mengenai jaminan ini adalah karena dalam konsep Bank Syari’ah tidak boleh ada jaminan sedangkan dalam prakteknya di Indonesia ada jaminan yang diharuskan di Bank Syari’ah sebagaimana Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) diputuskan bahwa pada prinsipnya tidak ada jaminan di Bank Syari’ah, namun agar mudrhib atau pihak ketiga (debitur) tidak melakukan penyimpangan, Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dapat meminta jaminan dari debitur. Jaminan ini hanya dapat dicairkan bila debitur terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Di sni ada ketimpangan antara should be dan reality.
Dari pemaparan di atas, maka penyusun merasa perlu untuk mengadakan penelitian terhadap permasalahan ini. Lokasi yang dipilih untuk mengadakan penelitian ini adalah di PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk. Kantor Cabang Kupang, karena Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang merupakan Bank Syari’ah pertama di kota Kupang.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan gambaran latar belakang di atas, ada bebarapa pertanyaan yang muncul dan akan ditelaah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses penaksiran jaminan di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap jaminan sebagai syarat pembiayaan ?
2. Bagaimana peranan jaminan dalam menyelesaikan permasalahan pada pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses penaksiran jaminan yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur terhadap jaminan sebagai syarat pembiayaan.
2. Untuk menelusuri sejauhmana peranan jaminan dalam menyelesaikan permasalahan dalam pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Adapun keguanaan yang diharapkan dengan adanya penelitian ini diantaranya adalah :
1. Menemukan solusi dan alternative dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah di Bank Syariah khususnya di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Tulisan ini diharapkan memberikan informasi kepada masyarakat sejauhmana peranan jaminan dalam pengajuan permohonan pembiayaan di Bank Syariah.

D. Kerang Teori
Tahap awal proses pembiayaan adalah permohonan pembiayaan. Secara formal, permohonan pembiayaan dilakukan secara tertulis dari nasabah kepada officer bank. Namun dalam implementasinya, permohonan dapat dilakukan secara lisan terlebih dahulu, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan permohonan tertulis jika menurut officer bank usaha tersebut layak dibiayai. Inisiatif pengajuan pembiayaan biasanya datang dari nasabah yang kekurangan dana. Namun dalam perkembangannya, inisiatif tersebut tidak mensti datang dari nasabah, tetapi juga dapat muncul dari officer bank. Officer bank syariah yang berjiwa bisnis biasanya mampu menangkap peluang usaha tertentu.
Permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon peminjam dana tersebut dianalisa oleh bank syariah. Analisa pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai kebijakan banj. Dalam beberapa kasus sering digunakan metode analisa 5 C, yang meliputi :
1. Character (Karakter)
Analisa ini merupakan analisa kualitatif yang tidak dapat dideteksi secara numeric. Namun demikian, hal ini merupakan pintu gerbang utama proses persetujuan pembiayaan. Kesalahan dalam menilai karakter calon nasabah dapat berakibat fatal pada kemungkinan pembiayaan terhadap orang yang beritikad buruk seperti berniat membobol bank, penipu, pemalas, pemabuk, pelaku kejahatan dan lain-lain.
2. Capacity (Kapasitas atau Kemampuan)
Kapasitas calon nasabah sangat penting untuk memahami kemampuan seseorang untuk berbisnis. Hal ini dapat dipahami karena watak yang baik semata-mata tidak menjamin seseorang mampu berbisnis dengan baik. Untuk perorangan hal ini dapat teridndikasi dari referensi atau curriculum vitae yang dimilikinya. Untuk perusahaan hal ini dapat terlihat dari laporan keuangan dan past performance usaha.
3. Capital (Modal)
Analisa modal diarahkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keyakinan calon nasabah terhadap usahanya sendiri. Jika nasabahnya sendiri tidak yakin akan usahanya, maka orang lain akan lebih tidak yakin. Untuk mengetahui hal ini, maka bank harus melakukan analisa neraca sedikitnya dua tahun dan melakukan analisa rasio untuk mengetahui likuiditas, solvatbilitas dan rentabilitas dari perusahaan yang dimaksud.
4. Condition (Kondisi)
Analisa ini diarahkan pada kondisi sekitar yang secara langsung berpengaruh terhadap usaha calon nasabah, seperti kebijakan usaha property, pelarangan ekspor pasir laut, tren PHK besar-besaran usaha sejenis dan lain-lain. Kondisi yang harus diperhatikan oleh bank adalah keadaan ekonomi yang akan mempengaruhi perkembangan usaha calon nasabah, kondisi usaha calon nasabah, keadaan pemasaran dari hasil usaha calon nasabah, prospek usaha di masa yang akan datang dan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi prospek industry di mana perusahaan calon nasabah terkait di dalamnya.
5. Colleteral ( Jaminan)
Analisa ini diarahkan terhadap jaminan yang diberikan. Jaminan dimaksud harus mampu mengcover resiko bisnis calon nasabah. Analisa ini dilakukan dengan (a) meneliti kepemilikan jaminan yang diserahkan (b) mengukur dan memperkirakan stabilitas harga jaminan dimaksud (c) memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relative singkat tanpa harus mengurangi nilainya (d) memperhatikan pengikatannya/akadnya sehingga secara legal bank dapat dilindungi (e) rasio jaminan terhadap terhadap jumlah pembiayaan; sehingga semakin tinggi rasionya tersebut, maka semakin tinggi kepercayaan bank terhadap kesungguhan calon nasabah (f) marketabilitas jaminan, jenis dan alokasi jaminan sangat menentukan tingkat marketable. Rumah yang berharga mahal bisa jatuh nilai jualnya hanya karena terletak di lokasi yang sulit dijangkau.
Pada umumnya pihak kreditur, seperti bank tidak mau member pinjaman kepada pihak lain tanpa ada suatu keyakina bahwa pemiinjam tersbeut akan dapat mengembalikan pinjamannya dalam waktu yang ditentukan. Keyakinan itu adakalanya berupa jaminan hutang yang berupagadai atau hipotek. Perjanjian hutang luar negeri biasanya dilakukan dengan jaminan yang berupa prospek penggunaan dana, sedangkan perjanjian hutang perseorangan atau lembaga kepada bank biasanya menggunakan jaminan berupa benda. Perjanjian hutang dengan jaminan benda bergerak disebut gadai, sedangkan perjanjian hutang dengan benda tidak bergerak disebut hipotek.
Secara umum jaminan terbagi pada jaminan material dan jaminan non material. Jaminan material terdiri dari barang bergerak, barang tidak bergerak (tanah dan bangunan) dan surat-surat berharga (saham, obligasi, sertifikat deposito) dan tagihan-tagihan dagang. Sedangkan jaminan non material terdiri dari jaminan pribadi (persona guaranty), jaminan perusahaan (coporate guaranty) dan segala bentuk jaminan (nama baik, bonafiditas, reputasi, trade mark, goodwill).
Jaminan disyaratkan untuk pinjaman karena berbagai pertimbangan. Salah satu alasan yang paling utama adalah kelemahan keuangan peminjam. Kelemahan tersebut mungkin ditunjukkan oleh beberapa factor, termasuk kewajiban berat yang dipikul kreditur, manajemen yang buruk dan pendapatan yang tidak memadai. Peminjam dalam kondisi keuangan seperti ini dapat memperkuat peringkat kredit mereka dengan menggadaikan asset tertentu. Memiliki peminjam dengan jaminan juga merupakan suatu keunggulan psikologis bagi bank.
Dalam praktek Bank Islam yang dijadikan jaminan adalah barang yang pengadaannya dibiayai oleh bank, sesuai dengan petunjuk Al-Quran di dalam Surat Al-Baqoroh (2) : 283, selain barang yang pengadaannya dibiayai bank dijadikan jaminan, apabila perlu bank juga dapat meminta jaminan tambahan.
Untuk mengamankan dana masyarakat yang dikerahkan melalui giro wadi’ah, tabungan mudarabah dan deposito mudarabah Bank Syariah dapat memintakan jaminan (borg) kepada pemakai dana sesuai dengan petunjuk Surat Al-Baqoroh (2) : 283 dan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari ‘Aisyah RA yangmenyatakan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau.
Dalam praktek perbankan masalah jaminan ini sangat penting artinya, terutama berhubungan dengan kredit (pembiayaan) yang dilepas kepada nasabahnya. Dalam ketentuan Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan bahwa “dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”

E. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian terhadap masalah yang telah diuraikan di atas, maka penyusun menggunakan metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan untuk menyusun tesis ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu peneliti langsung ke lapangan atau ke tempat yang menjadi objek penelitian (Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang) sehingga penelitian ini difoluskan untuk menelusuri dan mengkaji bahan-bahan yang ada di lapangan serta relevan dengan permasalahan yang diangkat.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dipergunakan oleh penyusun adalah penelitian yang bersifat deskripsi-analisis yaitu penelitian yang menggambarkan permasalahan yang ada di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang dan selanjutnya menganalisanya berdasarkan data-data dari hasil penelitian dan literature yang dianggap relevan serta berfungsi untuk mendapatkan kesimpulan dari masalah yang dibahas dalam tesis ini.
3. Sumber Data
Sumber-sumber data tesis ini adalah berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dari Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang dan dari nasabah Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang khususnya data-data yang berkaitan dengan jaminan dan pembiayaan bermasalah. Sedangkan data-data sekunder diperoleh dari dokumentasi yang didapat melalui fotokopi dokumen-dokumen Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang dan brosur-brosur.

4. Teknik Pengumpulan Data
Langkah penting yang perlu dilakukan dalam kegiastan penelitian sebelum peneliti sampai kepada konklusi adalah teknik pengumpulan data. Seorang peneliti akan sulit melakukan verifikasi terhadap obyek yang menjadi bahan penelitian tanpa ada fakta-fakta yang mendasarinya. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penyusun adalah :
a. Metode interview (wawancara)
Metode pengumpulan data dengan cara Tanya jawab yang dilakukan dengan sistematika dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil wawancara ditemtukan oleh beberapa factor yang berinteraksi dan mempenagruhi arus informasi. Factor-faktor tersebut ialah pewawancara, responden, topic penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara. Wawancara atau percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan pewawancara. Yang dijadikan sebagai narasumber wawanara pada penelitian ini adalah Pimpinan Cabang Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang, Bagian Operasional, Bagian Pemasaran dan nasabah pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang.
b. Metode Kuesioner atau Angket
Sebagian besar peneliti umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrument pengumpul data. Penentuan sampel sebagai responden kuesioner perlu mendapat perhatian pula. Apabila salah menentukan sampel, maka informasi yang kita butuhkan barangkali tidak kita peroleh dengan maksimal. Pada penelitian ini angket digunakan sebagai alat bantu dalam mengumpulkan daa terhadap responden (nasabah pembiayaan Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang) yang tidak mempunyai waktu cukup lama untuk diwawancarai, isi pertanyaan dalam angket ini juga hamper sama dengan yang diajukan pada wawancara.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi merupakan salah satu metode yang terdaftar sebagai metode penelitian. Dokumentasi asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, Koran, fotokopi dokumen Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang, akad-akad Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang, brosur-brosur pembiayaan dan lain-lainnya.
5. Metode Analisa Data
Setelah data terkumpul dari sumber data primer dan sumber data sekunder maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data secara kualitatif dengan deskripsi-analiasis dengan menggunakan kerangka berpikir induksi dan deduksi, dari metode analisis data ini akan diperoleh kesimpulan dari penelitisan ini.



F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, analisis data dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Bab ini diuraikan mengenai pembiayaan dan jaminan dalam operasional perbankan syari’ah. Yang pembahasananya akan dibagi dalam dua bagian yaitu, bagian pembiyaan dan bagian jaminan. Bagian pembiayaan meliputi : akadakad yang ada di bank syari’ah, produk-produk pembiayaan bank syari’ah, prosedur pemberian pembiyaan bank syari’ah, system operasional bank syari’ah dan risiko-risiko pembiayaan bank syari’ah. Pada bagian kedua akan membahas mengenai jaminan yang terdiri dari : pengertian jaminan, jaminan dalam al-quran dan macam-macam jaminan
BAB III PENGENALAN PROFIL BANK MUAMALAT INDONESIA CABANG KUPANG
Dalam Bab III dibahas tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian yaitu Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang yang meliputi sejarah lahirnya bank, visi dan misinya, struktur organisasi, produk-produk pembiayaan dan operasional bank dan kantor-kantor cabang Bank Muamalat Indonesia
BAB V PEMBAHASAN MASALAH
Dalam bab ini akan dibahas tentang permasalahan hukum yang diambil penulis dalam penelitian ini yaitu Peranan Jamina Pembiayaan Di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang yang terdiri dari : penaksiran jaminan oleh Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang sebgai syarat pembiayaan, penggolongan pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang dan peran Jaminan dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Kupang.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab IV diperoleh kesimpulan serta saran-saran yang dapat berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, M. Akhyar, Akuntasi Syari’ah Arah, Prospek dan Tantangannya, Yogyakarta; UII Press, 2005

Antonio, Muhammad Syafi’I, Bank Syari’ah: Dari Teori Ke Praktek, Jakarta; Gema Insani Press, 2001

Arifin, Zainul, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta; Pustaka Alvabet, 2005.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan, edisi revisi 4, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1998

-------------------------, Manajemen Penelitian, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 2003

Chapra, M. Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi; SebuahTinjauan Islam, terjemahan Ikhwan Abidin B. Jakarta; Gema Insani Pres, 2001

Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, Jakarta; Kencana, 2004

al-Harram, Saad Abdul Sattar, Islmic Finance Partnership Financing, Malaysia; Pelnaduk Publication, 1996
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 http://www.bps.go.id/aboutus.php?sp=0
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_di_Indonesia

http://duniabaca.com/sejarah-prinsip-serta-produk-perbankan-syariah.html
diakses pada hari senin tanggal 20 Juni 2011.

Karim, Adiwarman, Bank Islam; Analisis Fiqih dan Keuangan, edisi pertama, Jakarta; PT. Rajawali Grafindo Persada, 2003

Laporan Perkembangan Perbankan Syari’ah 2010, Bank Indonesia Direktorat Perbankan Syari’ah, Bank Indonesia, 2010. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Perbankan+dan+stabilitas+Keuangan/LAporan+Perbankan+Syariah/lpps_2010.htm.

Marpaung, Leden, Kejahatan Terhadap Perbankan Jakarta; Erlangga, 1993

al-Maududi, Abi A’la, Ar-Riba (ttp; Dar al-Fikri, t.t)

Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah, edisi revisi,Yogyakarta; UPP AMP YKPN, 2005.

Meleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2000.

Pasaribu, Chairuman dan Suhra Wardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, Jakarta; Sinar Grafika, 2004.

Perwataatmadja, Karnanen dan Muhammad Syafi’I Antoni, Apa dan Bagaimana Bank Islam, Yogyakarta; Dana Bhakti Wakaf, 1992.

Reed, Edward W. dan Edward K. Gill, Bank Umum, edisi keempat Jakarta; Bumi Aksara, 1995.

Santoso, Ruddy Tri, Mengenal Dunia Perbankan, edisi ketiga Yogyakarta; Andi Offset, 1997.

Ash-Shofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1996

Ash-Siddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Pengantar Fiqih Muamalah, Semarang; Pustaka Ruzki Putra, 1991.

Singarimbuan, Masri dan Sofian Effendi (ed), Metode Penelitian Survai, Jakarta; LP3ES, 1989

Solahuddin, M. Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Surakarta; Muhammadiyah Univercity Press, 2006

Syibli, M. Roem (editor), Bangunan Ekonomi Yang Berkeadilan : Teori, Praktek dan Realitas Ekonomi Islam, diterjemahkan oleh Lulu Mulyadi dkk, Yogyakarta; Magistra Insania bekerja sama dengan MSI UII, 2004.

Teguh, Muhammad, Metodologi Penelitian Ekonomi; Teori dan Aplikasi, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2005

Tim Penulis DSN MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Revisi, Jakarta: DSN MUI dan Bank Indonesia, 2006.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, Himpunan Perundang-undangan Republik Indonesia Tentang Perbankan dan Lembaga Penjamina Simpanan, Bandung; CV. Nuansa Aulia, 2005.
Wirdayiningsih, (editor), Bank dan Asuransi di Indonesia, Jakarta; Kencana, 2005

www.dilveri.org judul tulisan “Penilaian dan Penanganan Resiko;

Zuhri, Muh., Riba dalam Al-Quran dan Masalah Perbankan…

Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah, cet. Ke-I, Jakarta; Zikrul Hakim, 2003

KONSEP WALI NIKAH ANTARA NASAB DAN FUNGSIONAL

KONSEP WALI NIKAH ANTARA NASAB DAN FUNGSIONAL
OLEH :
THOWILAN

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang dianugerahkan kepada seluruh manusia melalui seorang nabi terakhir yang ummi sebagai tuntunan untuk memperoleh kebahagiaan duni dan akhirat bagi penganutnya. Sebagai sebuah anugerah dari Allah SWT tentunya segala sesuatu ada didalamnya adalah murni hanya untuk kepentingan ummat manusia, karena Allah adalah zat yang Maha suci dari tujuan-tujuan pribadi. Begitu pula semua hukum perundang-undangan dalam ajaran Islam, diperuntukan bagi umat manusia agar melindungi hak-hak pribadi mereka yang paling asasi, yang telah diberikan oleh Allah SWT. Semua hukum perundang-undangan tersebut bertujuan melindungi agama (hiftz an-nasl), harta manusia (hifz al-maal), bahkan juga memelihara kehormatan manusia (hifz al-‘irdh) (al-haaj, 1996:191) dan jamah persatuan Haq, 1998:76.
Tetapi seiring berjalannya waktu dan perkembangan dunia sudah semakin pesatnya, maka persoalan yang dialami oleh umat manusia pun juga semakin kompleks. Begitu juga dengan persoalan-persoalan yang menyangkut isu-isu kemanusiaan sudah dirasa banyak yang memerlukan penanganan serius dan keputusan hukum yang tepat, yang dapat menghasilkan maslahat untuk semua pihak. Untuk merealisir hal demikian diperlukan pengetahuan yang komprehensif tentang Islam, baik hukum, akidah, maupun muamalah yang kesemuanya tersimpulkan dalam suatu kesatuan yaitu syariat Islam.
Penerapan syariat Islam seperti yang tersebut diatas tidaklah semudah memutar balikaan telapak tangan. Diera yang sangat modern dan multi kompleks telah menempatkan manusia sedemikian rupa menjadi bagian dari perkembangan yang penuh dengan kontroversi, tantangan dan persaingan, hal ini menyebabkan munculnya nilai dan keburtuhan baru bagi mereka untuk menghadapi berbagai permasalahan yang ada.
Agama Islam hadir sebagai rahamatan lil”alamin untuk semua umat manusia tanpa terkecuali,sejarah telah membuktikan bahwa Islam sejak diturunakn di negeri Arab hingga tumbuh dan berkembang di berbagai belahan dunia senantiasa mendapatkan tanggapan yang positif karena keteraturan dan kompehensifnya ajaran Islam, sehingga dapat diterima umatnya khususnya bagi mereka yang mau menggunakan akal pikiran (berijtihad). Hal ini berbeda dengan ajaran dan hukum ideologi lainnya, yang selalu berganti baik jenis, ajaran dan ukuran nilainnya sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia yang hanya mengutamakandan mempertimbangkan peraturan-peraturan hubungan sosial.
Aspek terpenting lainnya yang membuat Islam dapat diterima oleh berbagai umat adalah tujuan syariat islam itu sendiri yang mengutamakan keadilan dan kemaslahatan. Kedua prinsip ini yang merupakan hak azazi dan keinginan fitrah manusia. Keduanya menjadi rujukan kekal bagi penetapan hukum dan pemutusan perkara oleh para ahli fikih Islam. Rinsip-prinsip ini bukanlah suatu yang berasal dari luar, tetapi muncul dari intisari Islam sendiri yang bearasal dari wahyu Ilahhi.
Syariat Islam yang telah diberikan oelh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah semata-mata untuk kemaslahatan manusia, hal ini dapat dilihat dari Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa 165 :

Artinya : Rasul-rasul sebagai pembawa berita gembira dan memberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusi untuk membantah Allah SWT sesudah Rasul-Rasul itu diutus. Dan Allah maha perkasa lagi maha bjaksana.(Q.S.4:165)
Tujuan Allah SWT dalam mensyariatkan dan memberlakukan hukum kepada hamba-hambanya yang mukmin adalah untuk mnedatangkan kemaslahatan bagi mereka agar mendapatkan kebahagiaan pribadi, keluarga dan umat didunia sampai akhirat.
Allah swt menjadikan manusia makhluk yang paling terhormat, bermartabat, tidak sama dengan makhluk yang lain yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki, dan tidak ada aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabat kemuliaan manusia, Allah SWT menetapkan hukum bagi manusia sesuai dengan martabat manusia. Hukum yang mengatur hubungan anatar laki-laki dan perempuan adalah hukum munakahat.
Pernikahan menurut pandangan agama Islam adalah suatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah kepada Allah SWT, mengikuti sunnah Rasullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum terutama hukum munakahat. Pernikahan menurt ajaran Islam adalah adanya calon mempelai pria dan wanita, adanya kedua orang tua, saksi, wali, ijab Kabul serta mahar (Peunoh Daly: 74).
Ketentuan pernikahan bagi Warga Negara Indonesia (termasuk Umat Islam di Indonesia) harus mengacu pasa (UU Nomor 1 Tahun 1974) yang merupakan ketentuan hukum Negara yang berlaku umum, mengikat, dan meniadakan perbedaan.
Melalui Lembaga Perkawinan pada hakikatnya Allah SWT memberikan kesempatan kepada manusia untuk meraih kebahagiaan yang sedalam-dalamnya, kasih saying, serta saling mencintai yang menimbulkan kesejukan dan kedamaian.
Perkawinan dilangsungkan oleh Wali pihak mempelai perempuan. Perwalian dalam istilah Fiqih yang berarti penguasaan dan perlindungan penuh yang diberikan oleh Agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang (Kamus Istilah Fiqih:417).Sedangkan menurut Sayyid Sabiq Wali adalah suatu ketentuan hukum yang dapat dipaksakan kepada orang lain sesuai dengan bidang hukumnya (Sayyid Sabiq:11).
Para Imam Madzhab berberda pendapat tentang kedudukan wali dalam pernikahan menurut Imam Syafi’I dan Maliki, bahwa wali salah satu rukun perkawinan, sedangkan menurut Hanafi dan Hambali, wali itu Syarat perkawinan.
Berdasarkan perbedaan pendapat tersebut diatas, penulis tertarik untuk membuat judul ”Konsep Wali Nikah antara nasab dan Fungsioanal”

B. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat merumuskan masalah tersebut sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep perkawinan menurut Islam dan Undang-undang perkawinan no. 1 th 1974
2. Bagaimanakah syarat dan rukun perkawinan menurut islam dan undang-uandnag
3. Bagaimana perwalian nikah dalam islam menurut pandangan ulama’ dan apa saja urutannya?
4. Sejauh mana fungsi wali dalam pernikahan dan apa dasar hukukmnya?
C. Tujuan dan manfaat penelitian
Tujuan dan manfaat penelitian sebagai berikut :
a. Memberikan pemahamn bagaimanan konsep pernikahan menurut hukum Islam dan hukum positif Indonesia.
b. Agar memberikan pemahaman tentang apa pengertian wali, urutan wali dan sejauh mana fungsi wali dalam pernikahan
c. Memberikan pemahaman tentang kedudukan wali nikah dan dasar apa yang diguanakan.
d. Memberikan solusi kongrit atas dasar keadilan bersama sesuai dengan haknya sebagai wali nikah.

D. Metodologi penelitian
Pembuatan tesis ini menggunakan metode kualitatif yang diambil dari data-data yang sesuai dengan judul yang diambil tesis ini, kemudian penulis menganalisa pendapat-pendapat yang ada disesuaikan dengan permasalahan yang berkembang didalam masyarakat Indonesia pakah sudah memenuhi rasa keadilan bagi bersama atau justru menyingkirkan hak-hak seseorang
E. Sistematika penulisan
Dalam penelitian ini penulis membagi kedalam lima bab, pertama adalah pendahuluan yang mengawalinya dengan latar belakang dilakukan penelitian ini, kemudian merumuskan masalah, membuat tujuan dan manfaat penelitian dan metodologi penelitian, serta sistematikan yang digunakan dalam penelitian ini.
Kemudian bab II menjelaskan tentang konsep pernikahan mneurut hukum Islam dan undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia.
Bab ketiga menjelaskan bagaimana syarat dan rukun nikah, fungsi wali nikah dan urutannya menurut pandangan berbagi Ulama”
Bab keempat menjelaskan bagaimana urutan wali nikah tersebut apakah sudah mengakomodir rasa keadilan bagi semua serta menempatkan sesuai haknya.
Bab kelima sebagi bab penutup dan kesimpulan dari berbagai pembahasan yang ada sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Ghazaly, Ma, Dr.H. Fiqih Munakahat. Prenada
Ae Ibnu HAjar al-Asyqalani. Ringkasan Taarghib wa Tarrhib (Terjemahan) Islam Rahmatan. Cetakan Ke-1. 2006
Amir Syarifuddin, Prof.Dr.H. Ushul Fiqih. Jili II. Logos Wacana Ilmu : Jakarta. Cetakan ke-3. 2005
A. Qodry Azizy, Ph.D, prof. Reformasi Bermazhab. Teraju ; Jakarta. Cetakan ke-1. Jakarta.
Cik Hasan Bisri. MetodePenelitian Fiqih.Jilid I. Kencana : Jakarta. Cetakan ke-I.2003
Departemen Agama Republik Indonesia.Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bimas Islam dan Penyelenggara Haji. CV. Kathoda.2005.
FArauq Abu Zaid. Dr Antara TRadisionalis dan Modernis. P3M : Jakarta. Cetakan Ke-I. 1986.
F Sayid Sabik. Fiqih Sunnah (Terjmehan). Pena Ilmu dan Amal : Jakarta. Cetakan ke-I. 2006
HUZAEMAH Tahido Yanggo,MA, Prof.Dr Pengantar Perbandingan Mahab. Logos Wacana Ilmu : Jakarta. 2003
Jujun S Suria Sumantri. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popoler. CV. Mulia Sari : Jakarta. Cetakan Ke-9.1995
Kamal Muchtar.Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Bulan Bintang : Jakarta.1974
Lexy J Moleong, MA, Dr. Metode Penelitian Kualitatif. Penerbit Rosda KArya : Bandung. Cetakan ke-11.2000.
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqih Lima Mazhab.Lentera : Jakarta. Cetakan ke-5.2000.
Muhammad Yunus,Prof.Dr. H. Hkum Perkawinan Dalam Islam Menurut MAzhab Syafi’I,HAnafi, MAliki, Habali.Penerbit Pt. Hidayah Karya Agung Th 1989. Cetakan ke-11.
Peunoh Daly,Dr.Hukum Perkawinan Islam.Bulan Bintang. Cetakan ke-2.2005.
Universitas Islam JAkarta.Pengantar Pola Pikir Islami.Cetakan ke-2 Mimbar Ilmiah.2002
Undang-Undang Perkawinan di Indonesi nomor 1 tahun 1974. Pradaya Pramita : Jakarta. 1991.